Jumat 01 Oct 2021 05:45 WIB

Mualaf Peter: Hidayah adalah Anugerah Berharga  

Mualaf Peter mendapat hidayah saat berada di Indonesia

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Perlunya Mualaf Didampingi Mentor
Foto: About Islam
Perlunya Mualaf Didampingi Mentor

REPUBLIKA.CO.ID, Mualaf ini lahir di Negeri Belanda, tepatnya Kota Schoonhoven, sekira 34 tahun lalu. Peter Oudenes, demikian namanya, menemukan hidayah Ilahi ketika berada di Indonesia. Perantauannya pertama kali ke negara Asia Tenggara ini terjadi beberapa tahun lalu, sewaktu dirinya mendapatkan pekerjaan selepas kuliah. 

Mungkin, pada waktu dahulu tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk memilih Islam. Bagaimanapun, Allah Mahaberkehendak. Cahaya petunjuk-Nya menyinari siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bila mengingat hal ini, tidak ada kata terucap dari lisan Peter selain hamdalah, bersyukur ke hadirat-Nya. 

Lelaki berperawakan tinggi ini menuturkan kisah hidupnya. Ia tumbuh besar tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak Belanda. Begitu lulus dari SMA, dirinya meneruskan studi pendidikan tinggi. 

Sukses meraih gelar, pria berambut pirang ini lantas memutuskan untuk segera mencari pekerjaan. Dalam bayangannya, alangkah menyenangkan hidup mandiri, dapat mengandalkan pemasukan dari kerja sendiri. 

Tuntutan profesi membuatnya harus melanglang buana. Pihak kantor menugaskannya be kerja di Indonesia. Saat itu, Peter cukup antusias dengan keputusan tersebut. Apalagi, Bali menjadi tempat tujuannya. Kepindahannya ke Pulau Dewata itu terjadi sekitar 10 tahun silam. Nasib orang siapa yang tahu. Berada di negara asing tidak membuatnya serba terbatas. 

Justru, Peter mempunyai banyak kawan, tempatnya berbagi suka dan duka. Di antara mereka, ada seorang perempuan yang mem buatnya jatuh hati. Dialah Rika Kartika. Perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, itu sedang berada di Bali sembari bekerja. Waktu itu, Muslimah ini merupakan seorang ibu tunggal dengan dua orang anak. 

Baca juga : Selandia Baru Hentikan Praktik Kontroversi Pisahkan Anak

Antara Peter dan Rika pun terjalin perasaan saling suka. Keduanya lantas ingin melangkah ke taraf hubungan yang lebih berkomitmen. Maka mereka memutuskan untuk menikah. Itu terjadi sejak kira-kira satu tahun usai pertama kali berkenalan. 

Peter mengenang, saat itu perbedaan iman belum menjadi sesuatu yang digubrisnya. Apalagi, katanya, Rika saat itu pun tidak mempersoalkan agamanya yang non-Islam. Bagaimanapun, pembicaraan tentang ini tetaplah ada. 

Setelah berdiskusi, disepakatilah bahwa sang calon suami-lah yang kemudian memeluk Islam. Peter melakukannya dengan ikhlas. Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, menurut dia, keputusannya saat itu tidak disebabkan adanya pernikahan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement