Jumat 01 Oct 2021 11:01 WIB

One Pesantren One Product Jatim Dorong Ekonomi Syariah

Pesantren harus fokus pilih satu produk unggulan untuk dikembangkan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ani Nursalikah
One Pesantren One Product Jatim Dorong Ekonomi Syariah. Sejumlah santri memberi pakan bibit lele di pondok pesantren. Ilustrasi
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
One Pesantren One Product Jatim Dorong Ekonomi Syariah. Sejumlah santri memberi pakan bibit lele di pondok pesantren. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Program One Pesantren One Product (OPOP) di Jawa Timur (Jatim) adalah peluang besar mendorong ekosistem ekonomi syariah terus berkembang pesat. Jatim memiliki 6.864 pondok pesantren atau setara 24,76 persen dari total pesantren secara nasional.

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak berharap pondok pesantren bisa fokus memilih satu produk unggulannya untuk kemudian dikembangkan. "Tentunya dalam proses pendampingan dan pemasaran juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah baik di kabupaten maupun provinsi," kata Emil, Jumat (1/10).

Baca Juga

Menurut Emil, komitmen Jatim sebagai regional ekonomi syariah tidak hanya difasilitasi melalui program OPOP saja. Program lain yang sudah berjalan seperti Santripreneur, Pesantrenpreneur, dan Sosiopreneur juga terus didorong dengan difasilitasi OPOP Jatim Berdaya dalam permodalannya.

"OPOP Jatim Berdaya adalah salah satu bentuk layanan permodalan berbentuk kartu yang dapat difungsikan sebagai kartu ATM atau debit sehingga mempermudah proses transaksi akses bagi pelaku wirausaha berbasis pesantren," ujar Emil.

Saat ini, kata Emil, tercatat 550 Koperasi Ponpes di Jatim telah bergabung dengan OPOP dan 203 di antaranya telah terfasilitasi OPOP Jatim Berdaya. Selain itu, Pemprov Jatim juga memiliki pondok kurasi guna membantu proses kontrol kualitas produk halal.

Emil menyatakan produk halal unggulan yang nantinya lolos kurasi akan lanjut dipasarkan melalui gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk pemasaran produk lokal. Tersedia juga Export Center untuk distribusi dan marketing produk-produk halal Indonesia ke kancah internasional.

"Indonesia sekarang adalah importir makanan halal terbesar. Jika ingin menjadi pusat industri halal, maka kita harus mengenalkan produk-produk halal dari industri lokal sendiri dan membalikkan posisi dari importir menjadi eksportir," ujarnya.

Emil mengatakan ekonomi syariah dan industri halal saat ini menjadi dua hal yang penting. Mengingat, Indonesia adalah negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Terlebih melihat bagaimana ekonomi Indonesia di antara negara Islam lainnya kian mengalami peningkatan.

"Kita harus membuat inovasi sebagai negara yang mayoritas Muslim. Ini menjadi penting berapa sesungguhnya ekonomi Indonesia di antara negara Muslim mengalami peningkatan dan kian bertumbuh," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement