Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Keunikan Aceh dengan Sejuta Warung Kopi

Gaya Hidup | Friday, 01 Oct 2021, 07:47 WIB
Menikmati kopi disebuah Warung Kopi di Aceh Jaya (Dokumentasi Pribadi)

Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kopi Dunia atau Hari Kopi Internasional oleh penikmat kopi dunia. Nah, Aceh merupakan salah satu daerah destinasi kopi dunia di Indonesia.

Tidak heran, selain dijuluki sebagai Serambi Mekah, Aceh juga mendapatkan gelar sebagai daerah Sejuta Warung Kopi. Meskipun gelar tersebut tidak ada yang mengukuhkan secara resmi.

Namun jika melihat faktanya, memang sangat tepat jika Aceh disebut dengan Propinsi Sejuta Warung Kopi. Mengapa? Karena dihampir semua tempat terdapat warung kopi, hingga tidak terhitung jumlahnya.

Guna membuktikan klaim tersebut, mungkin kamu dapat melihatnya sendiri. Coba saja jalan mulai dari Medan Sumatera Utara, sampai diperbatasan memasuki Aceh yaitu Kabupaten Aceh Tamiang, nah kamu bisa langsung hitung jumlah warung kopi yang ada dipinggir jalan sampai berakhir di Kota Banda Aceh. Barangkali bisa lebih satu juta.

Tapi baiklah, anggap saja diksi 'Sejuta' sebagai sebuah ungkapan. Karena berapa jumlah persis warung kopi di Aceh pun belum ada yang menelitinya. Sehingga makna sejuta itu artinya banyak sekali. Dan memang faktanya demikian, sangat banyak warung kopi di Aceh. Dalam satu kampung saja bisa terdapat hampir 5 warung kopi.

Tapi mengapa kok banyak sekali warung kopi di Aceh? Apakah orang Aceh suka sekali minum kopi? Atau Aceh terdapat banyak ladang kopi? Beberapa pertanyaan tersebut mungkin bisa muncul dari pikiran banyak orang yang belum pernah sekalipun berkunjung ke Aceh.

Ya, Aceh memang sangat istimewa dengan "emas" hitam biji kopi. Brand Kopi Gayo bahkan terkenal hingga ke penjuru dunia. Konon brand besar Starbuck pun menggunakan kopi Gayo bahan baku produknya.

Dalam banyak festival tingkat dunai juga Kopi Gayo selalu mendapatkan tempat tertinggi dalam kasta kopi dunia.

Kopi Gayo memang memiliki tempat tersendiri di hati penikmat kopi.

Selain karena rasanya yang sangat enak, harganya pun masih relatif terjangkau untuk ukuran kantong masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Sehingga banyak orang kemudian jatuh cinta pada kopi Gayo.

Sebenarnya kopi Aceh bukan hanya kopi Gayo, didaerah lain seperti Tangse, Pidie, juga memilki jenis kopi yang tak kalah enaknya. Karena Tangse juga merupakan daerah dataran tinggi dengan suhu lembab dan dingin sebagaimana cuaca alam Gayo, Bener Meriah, Takengon dan sekitarnya.

Namun karena rendahnya publikasi dan eksplorasi membuat keberadaan kopi Tangse kurang menggema seperti Kopi Gayo.

Masyarakat disanapun kurang peduli terhadap kopi daerahnya.

Yang lebih unik lagi Kopi Ulee Kareng, walaupun di daerah tersebut (Ulee Kareng, nama daerah) tidak memiliki kebun kopi yang menghasilkan biji kopi namun nama Kopi Ulee Kareng sangat terkenal dimana-mana seperti Kopi Gayo.

Bahkan saya pernah bertanya pada penjual kopi disana mengapa disebut kopi Ulee Kareng? Dan jawaban mereka, "kami sendiri tidak tahu mengapa disebut Kopi Ulee Kareng."

Akhirnya saya menduga-duga untuk mendapatkan jawabannya. Dan ternyata Kopi Ulee Kareng karena warung yang menjual kopi nan enak itu berada di Kecamatan Ulee Kareng atau di pasar Ulee Kareng.

Sedangkan biji kopinya sendiri didatangkan dari daerah lain, seperti Aceh Jaya, Pidie, dan termasuk dari dataran tinggi Gayo. Nah oleh pengusaha kopi di Ulee Kareng mengolahnya menjadi bubuk kopi dengan cita rasa khas Ulee Kareng.

Bikin kangen

Banyaknya warung kopi di Aceh telah menjadi ikon tersendiri bagi daerah yang dulunya dikenal kaya dengan minyak bumi dan gas alam. Aceh dan warung kopi seperti sudah menjadi sejoli yang tidak dapat dipisahkan. Dimana ada orang Aceh disitu ada warung kopi, begitulah kira-kira tamsilan kedekatannya.

Kalau dilihat dengan sudut pandang teori ekonomi, pasar lahir karena ada permintaan. Mungkin itulah yang terjadi di Aceh. Karena banyaknya peminat kopi, maka penjual kopi pun ada dimana-mana. Dan hebatnya meskipun warung kopi bertaburan di setiap sudut kota dan berjejer dipinggir jalan namun pelanggannya selalu ramai.

Jika ada warung kopi yang buka 24 jam, maka sepanjang waktu itu pula orang ramai memenuhi warung kopi itu. Kelihatannya pelanggan sangat betah berlama-lama di warung tersebut. Nah tentu memunculkan pertanyaan, apa yang menyebabkan mereka betah, bahkan selalu kangen dan ingin balik lagi ke warung kopi ketika sudah kembali ke rumah atau kedaerahnya.

Kopi enak

Bisnis kopi adalah bisnis makanan atau sesuatu yang terkait dengan selera dan rasa. Hal utama yang selalu menjadi alasan mengapa orang kangen dengan kopi Aceh adalah karena cita rasanya yang enak. Jika kamu menanyakan seperti apa enaknya, maka sulit bagi saya menggambarkannya disini, kecuali kamu pesan kopi dan mencobanya sendiri.

Kopi Gayo, Kopi Ulee Kareng, dan Kopi Aceh Jaya, dll semua dikenal oleh para pencandu kopi karena rasanya yang tiada duanya. Bisa jadi ini soal kebiasaan. Akan tetapi cita rasa kopi enak dan kopi tidak enak jelas perbedaannya.

Harga terjangkau

Kopi Aceh sudah menjadi komoditas primer masyarakat. Kopi bisa jadi salah satu jenis sembako yang selalu harus tersedia didapur setiap rumah penduduk Aceh. Karena ini sudah menjadi barang umum, maka hargapun selalu mengikuti permintaan pasar.

Harga segelas kopi di Aceh sampai kini masih sangat terjangkau, bahkan dibeberapa daerah harga segelas kopi masih ada yang menjual di bawah 5000. Dipedalaman malah masih berkisar harga 2.000-3.000/gelas.

Masih murah.

Begitu pula harga kopi di cafe-cafe di Banda Aceh, meskipun tergolong kopi premium namun harganya masih berkisar 10.000-15.000 per-cup-nya. Untuk sekelas cafe dengan layanan yang baik, harga pada level tersebut masih tergolong terjangkau bila dibandingkan dengan harga yang dijual di mal-mal di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Makassar.

Sistim sosial

Warung kopi bagi masyarakat Aceh bukan hanya sekedar tempat minum kopi tetapi lebih daripada itu. Warung kopi sejak dulu dalam budaya masyarakat Aceh telah menjadi bagian dari sistem sosial. Disini warga sambil menikmati kopi juga melakukan interaksi sosial dengan sesama warga masyarakat lainnya.

Warung kopi dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi masyarakat Aceh. Artinya jika seorang suami keluar rumah, maka tempat pertama yang paling mudah ditemukan adalah dengan mencarinya di warung kopi terdekat. Begitu pula warga masyarakat lainnya.

Sehingga fungsi warung kopi berkembang sedemikian rupa, dari tempat minum kopi menjadi tempat berkumpulnya warga setiap hari dan malah menjadi tempat musyawarah, diskusi, dan bersosialisasi. Sehingga tidak aneh jika ada pejabat atau aparat desa mengadakan rapat di warung kopi.

Ditempat ini, masyarakat bebas membicarakan masalah apa saja, persoalan mata pencaharian, masalah politik, perihal keluarga, dan masalah-masalah desa yang perlu didiskusikan. Sambil menikmati kopi pancung, warga memecahkan berbagai persoalan di warung kopi.

Free WiFi

Warung kopi zaman old dengan zaman now kontras perbedaannya. Warung kopi gaya tempo dulu terlihat pada layout dan layanannya. Termasuk pengaruh teknologi didalamnya.

Bisa dikatakan warung kopi 4.0 dengan karakteristik utamanya adalah terkoneksi dengan sistim IoT (Internet of Thing). Meskipun belum full e-commerce, setidaknya hampir semua warung kopi Aceh zaman now sudah memasang fasilitas internet.

Menggunakan fasilitas WiFi oleh pelanggan pada sebuah warung kopi di Aceh tidak perlu bayar alias gratis. Pelanggan hanya perlu bayar harga kopi saja, dan tidak include biaya internet. Dan menggunakan fasilitas ini, kamu bisa sampai kapan pun. Tidak ada batas waktu misalnya kamu minum segelas kopi dan Wifinya hanya untuk satu jam. Tapi bisa sampai sore hari sekalipun.

Kue khas Aceh

Mungkin kamu pernah dengan dengan roti sele, seri kaya, payeh, bingkang, timphan, mie Aceh, dan aneka kue dan penganan khas Aceh lainnya. Nah kamu bisa menikmati semua itu di warung kopi. Hampir semua kue tersebut disediakan pada setiap kedai atau warung kopi di seantero Aceh.

Ada satu lagi penganan khas yaitu bulukat kuah tuhe (ketan kuah santan), ketan durian, yang dijajakan di kedai kopi. Masyarakat Aceh biasanya setiap pagi melakukan sarapan dengan mengkonsumsi ketan, kue, roti atau nasi guri.

Nah itulah 5 hal mengapa kamu perlu kangen menikmati Kopi Aceh di Warung Kopi Aceh. Unik bukan? (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image