Ahad 03 Oct 2021 19:01 WIB

Pemerintah tak Punya Rencana Mengentaskan Learning Loss

Koalisi kritik pemerintah selenggarakan pembelajaran selama pandemi tanpa mitigasi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Koalisi Keselamatan Anak Indonesia mengatakan, pemerintah tidak punya rencana untuk mengentaskan potensi learning loss selama pandemi Covid-19. (Foto ilustrasi: Pembelajaran tatap muka)
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Koalisi Keselamatan Anak Indonesia mengatakan, pemerintah tidak punya rencana untuk mengentaskan potensi learning loss selama pandemi Covid-19. (Foto ilustrasi: Pembelajaran tatap muka)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Keselamatan Anak Indonesia mengatakan, pemerintah tidak punya rencana untuk mengentaskan potensi learning loss selama pandemi Covid-19. Padahal, Unicef telah membuat guideline sebagai upaya terencana dan terstruktur untuk mengatasi potensi learning loss

"Jadi, apa upaya pemerintah untuk mengentaskan learning loss? Itu yang tak terjadi, tak ada planning," kata pengacara LBH Jakarta Charlie Albajili saat konferensi virtual Koalisi Keselamatan Anak Indonesia terkait Pembelajaran Tatap Muka Pertaruhkan Keselamatan Anak, Ahad (3/10).

Baca Juga

Koalisi mengkritik langkah pemerintah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tanpa adanya perencanaan atau mitigasi. Koalisi mengkritisi akses internet yang tidak merata saat dilakukannya PJJ dan peningkatan kasus pada penyelenggaraan PTM. 

Selama penyelenggaraan PJJ setahun ini, ia mengatakan, pengadaan bantuan pulsa sangat terlambat, yakni ketika pandemi Covid-19 sudah berjalan setengah tahun. Kemudian, pemerintah terburu-buru menyelenggarakan PTM karena berangsur-angsur turun beberapa waktu lalu.

“Namun, kasus Covid-19 varian delta melonjak. Dari timeline itu, apakah pemerintah melakukan perencanaan?atau melakukan upaya mitigasi, peta jalan apa yang mereka tawarkan untuk keluar dari situasi ini atau mengatasi learning loss," ujarnya. 

Saat ini, ia mengatakan, ada kekhawatiran penularan Covid-19 di sekolah akan terulang. Sebaliknya, jika PJJ tetap dipertahankan maka potensi learning loss akan terjadi lagi.

Kedua, ia juga menyoroti pemerintah yang tidak menempatkan skala prioritas keselamatan anak dan warga sekolah.  Ia mengatakan, PTM terbatas memang bisa dilakukan ketika sekolah atau daerah yang secara epidemiologis memiliki risiko kecil atau aman. Namun, ia mempertanyakan, pemerintah tidak mempertimbangkan vaksinasi untuk anak di bawah 12 tahun. 

Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menambahkan, sebenarnya koalisi tidak sepenuhnya menolak PTM terbatas. "Namun, di sini melihat tanggung jawab negara yang tidak dilaksanakan,” kata dia. 

Ia menyebutkan, tanggung jawab Kemendikbudristek seperti menggelar pelatihan dan penyuluhan protokol kesehatan (prokes) agar siswa memahami tindakan tidak mengenakan masker sebagai pelanggaran prokes. Ia juga menyarankan Kemendikbudristek memberikan pelatihan berbasis online kepada guru untuk meningkatkan kemampuan guru memberikan materi dalam beragam metode mulai dari blended learning atau separuh siswa di sekolah dan separuh di rumah, dan visit home atau guru berkunjung ke rumah siswa. 

Relawan Data LaporCovid-19 Natasha Devanand Dhanwani menilai, berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Covid-19 saat ini bukanlah berbasis kesehatan masyarakat, melainkan ekonomi. "Ini juga terjadi pada pembukaan PTM yang tidak melihat kesehatan masyarakat," katanya.

"Padahal, kami beranggapan kesehatan dulu baru pendidikan karena  kalau tak sehat bisa memperlangsungkan pendidikan," ujarnya. 

Koalisi terdiri atas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G),hingga LaporCovid-19. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement