Senin 04 Oct 2021 20:19 WIB

Covid-19 Saat PTM di Sekolah, Epidemiolog: Puncak Gunung Es

Epidemiolog menyebut Covid-19 di sekolah bagian dari kasus tak terdeteksi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang siswa memeluk gurunya saat mengikuti vaksinasi COVID-19 di SMP Negeri 2 Klaten, Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021). Sebanyak 2400 siswa menjadi target vaksinasi COVID-19 sebagai langkah percepatan vaksinasi bagi siswa tingkat sekolah menengah pertama agar dapat mengantisipasi terjadinya klaster COVID-19 dilingkungan sekolah.
Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
Seorang siswa memeluk gurunya saat mengikuti vaksinasi COVID-19 di SMP Negeri 2 Klaten, Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021). Sebanyak 2400 siswa menjadi target vaksinasi COVID-19 sebagai langkah percepatan vaksinasi bagi siswa tingkat sekolah menengah pertama agar dapat mengantisipasi terjadinya klaster COVID-19 dilingkungan sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan menggelar pertemuan tatap muka (PTM) terbatas di sekolah dan penularan Covid-19 terus terjadi. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai terungkapnya kasus atau klaster Covid-19 di sekolah merupakan puncak gunung es.

"Klaster sekolah adalah representasi atau bentuk puncak gunung es dari kasus yang tidak ditemukan atau tak terkendali di masyarakat. Itu yang berakibat ke sekolah," ujar Dicky saat dihubungi Republika, Senin (4/10).

Ia menambahkan, jika data positivity rate Covid-19 di kabupaten/kota bagus dan ada penurunan data kasus Covid-19  padahal ada klaster di sekolah maka tentu ada kontradiktif. Ia menjelaskan, penemuan klaster di sekolah menjadi  indikator absolut diklaim pemerintah baik ternyata tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di masyarakat.

Oleh karena itu, ia meminta penyebab masalah ini harus dicari. Dia melanjutkan, sumbernya adalah kuantitas dan kualitas tes, telusur, dan tindaklanjut (3T) yang kuat.

Jika pondasinya kuat, dia melanjutkan, outputnya lebih valid atau kuat. Ia mengakui, wilayah di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) cukup kuat melakukan 3T. 

Namun, ia menyebutkan masih banyak daerah yang suplai data dan kapasitas testingnya hanya sekadarnya. Ini menjadikan anak-anak yang mengikuti PTM rawan. 

"Artinya posisi sekolah jadi transmisi," katanya.

Ia menambahkan, evaluasi berkala juga penting dilakukan. Sehingga, ketika ada klaster di sebuah wilayah termasuk sekolah maka PTM harus ditunda dulu selama 2 pekan untuk dicari tahu dan dikaji penyebab titik lemahnya.  Ia menegaskan, evaluasi apapun terkait program dan intervensi harus dilakukan, apalagi ini menyangkut pembukaan sekolah yang merupakan institusi vital dan strategis. 

"Jadi, evaluasi harus dilakukan, ada atau tidak ada klaster. Apalagi kalau ada klaster," ujarnya.

Ia meminta harus ada penelusuran lebih dalam dan digali apa penyebabnya, kenapa terjadi, kenapa, bagaimana mencegah hal serupa tak terulang. Kemudian ianmeminta sampaikan hasil temuannya ke publik. Sebab, ia mengkritisi selama ini, dari semua klaster, sangat minim bahkan hampir tak ada yang disampaikan ke publik mengenai apa penyebabnya. 

"Itu harusnya dicari tahu dan disampaikan," katanya.

Kemudian dilakukan perbaikan perbaikan mitigasi di semua daerah. Ia menegaskan, pembukaan PTM tak bisa hanya menggunakan indikator wilayah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKMl) telah berstatus berlevel 3. Ia menegaskan, harus ada faktor lain yaitu kesiapan sekolah, faktor kesiapan guru, siswa, hingga orang tua. 

"Tiga ini adalah indikator epidemiologi. Ini harus sejalan," katanya.

Sebelumnya, PTM terbatas di sekolah berbagai wilayah Indonesia telah memunculkan klaster. Klaster penularan Covid-19 terjadi di sebuah sekolah dasar yang ada di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Para siswa SD Negeri Gendongan 1 yang terpapar saat ini menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Bahkan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menemukan 1.000 lebih sekolah yang menjadi klaster penularan Covid-19 selama pelaksanaan PTM terbatas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement