Selasa 05 Oct 2021 22:21 WIB

BI Solo Tingkatkan Kapasitas Pengrajin Batik Karanganyar

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pelatihan "Diversifikasi Produk".

Red: Fuji Pratiwi
Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Solo menyelenggarakan pelatihan Diversifikasi Produk untuk Paguyuban Batik Giriarum, Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (5/10).
Foto: BI Solo
Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Solo menyelenggarakan pelatihan Diversifikasi Produk untuk Paguyuban Batik Giriarum, Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bank Indonesia (BI) Solo, Jawa Tengah, berupaya meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat Girilayu khususnya kepada kelompok pengrajin batik Giriarum di Kabupaten Karanganyar.

Kepala Kantor Perwakilan BI Surakarta Nugroho Joko Prastowo mengatakan, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi para pengrajin batik tersebut salah satunya adalah melalui pelatihan "Diversifikasi Produk". "Pelatihan ini merupakan pelatihan seri ketiga setelah sebelumnya dilaksanakan pelatihan Manajemen Keuangan Usaha dan Pribadi, serta pelatihan Peningkatan Jiwa Kewirausahaan," kata Nugroho, Selasa (5/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, penyelenggaraan serangkaian pelatihan untuk Paguyuban Batik Giriarum tersebut merupakan Program Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Berbasis Kelompok Subsistence. Kegiatan ini diinisiasi BI bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan Rumah Zakat sebagai mitra kerja.

"Program 'UMKM Subsistence' ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kewirausahaan dan peningkatan literasi keuangan," kata dia.

Dengan demikian, Nugroho mengharapkan, masyarakat Girilayu dapat lebih mandiri. Sebab saat ini sebagian besar masih menjadi penerima program bantuan sosial dari pemerintah.

"Program 'UMKM Subsistence' juga merupakan proyek percontohan BI dan baru diterapkan di delapan wilayah se-Indonesia termasuk di Karanganyar," kata Nugroho.

Menurut dia, tema Diversifikasi Produk diangkat karena sangat kontekstual dengan kondisi pasar saat ini. Yakni batik tidak hanya memiliki nilai historikal tetapi juga memiliki nilai ekspor tinggi bahkan bertumbuh di masa pandemi.

"Pertumbuhan nilai ekspor batik ini terutama pada produk batik yang didiversifikasi," ujarnya.

Berdasarkan potensi tersebut, industri kerajinan dan batik menjadi sebagai salah satu sektor yang dapat menjadi penopang pemulihan ekonomi nasional. Sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah, otoritas, dan pemangku kepentingan terkait.

Sementara itu, ia menambahkan, saat ini batik sudah berkembang pesat dengan adanya berbagai diversifikasi produk turunannya. Produk-produk itu cocok dipakai dalam berbagai acara dan memiliki berbagai fungsi.

"Karya-karya batik para perancang busana Indonesia tidak lagi hanya berupa kain sarung, baju perhelatan ritual tetapi juga bisa dibuat menjadi koleksi busana yang cantik dan pernak-pernik atau aksesoris yang dikenakan masyarakat luas di antaranya sepatu, tas, dasi, hingga masker," katanya.

Ia mengatakan hal tersebut menjadikan pangsa pasar batik makin luas dan dinamis. Batik dulunya hanya dipakai oleh kalangan kalangan raja, pejabat pemerintah, dan para pembesar, sekarang batik telah menjadi trending fashion kaum milenial dan dipakai masyarakat umum.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement