Sabtu 09 Oct 2021 08:07 WIB

Ini Peta Jalan Pemerintah Capai Net Zero Emission

Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama paling lambat 2060.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Suasana kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta, Jumat (8/10). Pemerintah serius mewujudkan komitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Suasana kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta, Jumat (8/10). Pemerintah serius mewujudkan komitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah serius mewujudkan komitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, pemerintah tengah menyusun peta jalan (roadmap) demi menghadapi berbagai tantangan serta risiko perubahan iklim di masa mendatang.

"Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060," jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dikutip Sabtu (9/10).

Dalam mencapai target emisi nol, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).

"Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa startegi kunci," jelas Arifin.

Arifin pun menguraikan tahapan pemerintah menuju capaian target nol emisi. Di tahun 2021, pemerintah akan mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal. 

"Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," urainya.

Pada 2022 akan ada Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun. Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS pada 2025.

Pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 persen EBT didominasi dari PLTS di 2030 dimana jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta (mobil) dan 13 juta (motor), penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh per kapita.

Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antar pulau mulai COD di tahun 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh per kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi.

Pada 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh per kapita.

Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD. "Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060," harap Arifin.

Selanjutnya, bauran EBT diharapkan sudah mencapai 87 persen pada 2050 dibarengi dengan tidak melakukan penjualan mobil konvensional dan konsumsi listrik 4.299 kWh per kapita. Terakhir, pada 2060 bauran EBT telah mencapai 100 persen yang didominasi PLTS dan Hydro serta dibarengi dengan penyaluran jaringan gas sebanyak 23 juta sambungan rumah tangga, kompor listrik 52 juta rumah tangga, penggunaan kendaraan listrik, dan konsumsi listrik menyentuh angka 5.308 kWh per kapita.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement