Selasa 12 Oct 2021 17:26 WIB

Kemenkominfo Tutup Akses 151 Fintech P2P

Pemerintah telah banyak melakukan hal untuk memberantas fintech lending ilegal. 

Red: Ratna Puspita
Konferensi Pers Konten Pornografi Whatsapp. Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan (tengah) memberikan keterangan terkait konten pornografi yang ada di aplikasi Whatsapp di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin (6/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Konferensi Pers Konten Pornografi Whatsapp. Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan (tengah) memberikan keterangan terkait konten pornografi yang ada di aplikasi Whatsapp di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI telah melakukan penutupan akses terhadap 151 perusahaan keuangan digital (fintech) peer to peer (P2P) lending dan empat entitas tanpa izin. Seratusan perusahan tersebut ditemukan oleh Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan pemerintah telah banyak melakukan hal untuk memberantas fintech lending ilegal. "Mulai dari pemblokiran hingga upaya penegakan hukum," jelasnya, dikutip dari siaran pers, Selasa (12/10).

Baca Juga

Sejak 2018 hingga Agustus 2021, Satgas sudah menutup sebanyak 3.515 fintech lending ilegal. Menurut Dirjen Semuel, kunci utama dan paling efektif untuk bisa memberantas fintech lending ilegal ialah dengan literasi kepada masyarakat.

"Hal yang menjadi kunci utama dan paling efektif untuk bisa memberantas fintech lending ilegal ialah dengan literasi kepada masyarakat agar pasar dari para pelaku fintech lending ilegal akan hilang dengan sendirinya," kata Semuel.

Aplikasi fintech P2P lending saat ini menarik bagi masyarakat karena memberikan akses kemudahan dalam melakukan pinjaman secara daring. Namun, apabila masyarakat meminjam melalui P2P lending ilegal, ada dampak negatif berupa menerima ancaman serta intimidasi jika menunggak pinjaman.

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing melihat perkembangan kegiatan fintech P2P lending ilegal sangat meresahkan karena di tengah pandemi Covid-19 masih ada penawaran pinjaman tanpa izin. "Saat ini, masih ada penawaran fintech lending ilegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Tongam.

Menurut dia, ada beberapa modus yang digunakan fintech dan entitas tanpa izin untuk menjerat masyarakat. "Sasaran mereka adalah masyarakat yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif pada masa pandemi ini. Mereka mengenakan bunga yang tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek," kata Tongam.

Ia mengatakan, para pelaku ilegal ini memberikan syarat mudah mendapatkan pinjaman, tetapi mereka selalu meminta izin untuk dapat mengakses semua data kontak di ponsel pengguna aplikasi. "Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk alat mengintimidasi saat penagihan," ujar Tongam.

Tongam mengapresiasi upaya Kementerian Kominfo dalam rangka memberantas fintech P2P lending ilegal melalui penutupan akses. Menurutnya, kegiatan tanpa izin sangatlah mengkhawatirkan dan berbahaya bagi masyarakat karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan menawarkan pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.

"Selain itu banyak juga kegiatan yang menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin dan penawaran investasi melalui media Telegram adalah ilegal sehingga diharapkan masyarakat waspada jika menerima penawaran tersebut," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement