Sabtu 16 Oct 2021 09:17 WIB

Pakar: Pemerintah Perlu Segera Moratorium Perizinan Pinjol

Pemerintah harus memastikan keamanan sistem agar tak terjadi utang fiktif.

Red: Ilham Tirta
Dr Pratama Persadha, Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC)
Foto: istimewa
Dr Pratama Persadha, Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, memandang perlu pemerintah segera melakukan moratorium perizinan pinjaman online (pinjol). Moratorium setidaknya untuk menertibkan aturan main dan edukasi tentang pinjol resmi kepada masyarakat.

"Dengan adanya moratorium ini, kami berharap pemerintah bisa merapikan urusan pinjol sekaligus melakukan edukasi tentang pinjol resmi," kata dia, Sabtu (16/10).

Aturan main terkait dengan pinjol ini, kata dia, juga harus disesuaikan dengan UU tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang hingga sekarang pembahasannya sedang digodok di Komisi I DPR. Ia memandang penting ketentuan itu ada di dalam UU PDP, apalagi lebih dari 68 juta orang dikatakan ikut dalam aktivitas kegiatan teknologi finansial.

"Ditambah lagi, informasi terkait dengan omzet atau perputaran dana yang ada di dalamnya lebih dari Rp 260 triliun," kata dia.

Menurut dia, masalah utamanya adalah pinjol yang beredar di Tanah Air sebagian adalah pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akibatnya, secara regulasi mereka abai dan memberikan bunga yang sangat tinggi bagi masyarakat.

"Malah ada yang menentukan bunga 2 persen per hari, artinya dalam 2 bulan saja nilai utangnya lebih dari dua kali lipat. Tentu ini melanggar aturan main OJK dan Bank Indonesia (BI)," ujarnya.

Selain itu, yang cukup berbahaya adalah praktik pinjol ilegal yang melanggar privasi dan menggunakan data pribadi nasabahnya seenaknya. Meskipun belum ada UU PDP, prinsip-prinsip dan norma hukum banyak yang mereka tabrak.

Baca juga : Cara OJK Berantas Pinjol Ilegal

Misalnya, mengirimkan pesan kepada semua kontak nasabah bahwa nasabah belum membayar utang. Bahkan, sebagian besar kontak yang ada di smartphone nasabah pinjol ilegal ditelepon dengan kata-kata kasar.

Dari hasil penggerebekan oleh Polri, diketahui banyaknya ancaman dilakukan oleh pihak pinjol. Bahkan, ada yang tertangkap basah mengirimkan berbagai konten porno ke nomor WA nasabah. Hal ini, menurut dia, berpotensi melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU Pornografi.

"Yang sangat mengkhawatirkan dari pinjol ilegal adalah penyalahgunaan data pribadi dengan mengakses secara 'paksa' ke kontak nasabah," katanya.

Walaupun nasabah ada yang diberi tahu sebelumnya, kata Pratama, tetap saja ini bukan praktik yang 'normal' dan taat hukum. Praktik ini malah mencederai kemanusiaan yang beradab.

Ia juga memandang perlu pemerintah melakukan berbagai pengecekan kembali pada pinjol legal yang beredar apakah mereka benar-benar bekerja sesuai dengan aturan atau tidak. Misalnya, apakah ada kerja sama pinjol resmi dengan pinjol ilegal, terutama terkait dengan sharing data.

Di samping itu, juga harus dicek dan dipastikan keamanan siber pada setiap pinjol resmi yang legal. Hal ini, kata dia, jangan sampai terjadi sistem yang lemah memunculkan utang fiktif dengan menggunakan identitas orang lain.

"Ini penting karena sekarang ini banyak beredar foto masyarakat dengan selfie KTP yang ini jelas sangat berbahaya. Seharusnya, sistem di pinjol resmi yang legal bisa mendeteksi ajuan palsu semacam ini," katanya.

Baca juga : OJK Imbau Masyarakat tak Ragu Laporkan Teror Pinjol Ilegal

Ia menekankan, pinjol resmi harus punya pengamanan sistem informasi yang jauh lebih baik. Selain itu, jangan sampai pinjol resmi juga mempraktikkan hal-hal yang identik dengan pinjol ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement