Selasa 19 Oct 2021 06:47 WIB

Stres Akibat Pandemi Bikin Siklus Haid Berantakan

Meningkatnya stres selama pandemi Covid-19 picu ketidakteraturan siklus haid.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan mencatat siklus haidnya (ilustrasi). Di Twitter, sejumlah perempuan menceritakan perubahan terkait menstruasi usai menjalani vaksinasi Covid-19.
Perempuan mencatat siklus haidnya (ilustrasi). Di Twitter, sejumlah perempuan menceritakan perubahan terkait menstruasi usai menjalani vaksinasi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Peningkatan stres selama pandemi Covid-19 telah menyebabkan ketidakteraturan siklus menstruasi. Peneliti di Northwestern Medicine mempublikasikan temuan mereka tersebut di Journal of Women's Health.

Dikutip dari Times Now News, Selasa (19/10), temuan itu merupakan studi Amerika Serikat (AS) pertama yang mengevaluasi dampak stres pada siklus haid. Studi ini mensurvei lebih dari 200 perempuan dan mereka yang mengalami menstruasi di AS antara Juli hingga Agustus 2020.

Baca Juga

Para peneliti melakukan survei tersebut guna memahami bagaimana stres selama pandemi Covid-19 memengaruhi siklus menstruasi. Hasilnya, lebih dari setengah atau sebanyak 54 persen individu dalam penelitian ini mengalami perubahan siklus menstruasi setelah dimulainya pandemi Covid-19 pada Maret 2020.

Individu yang mengalami tingkat stres yang lebih tinggi selama pandemi Covid-19 lebih mungkin mengalami perdarahan menstruasi yang lebih banyak. Durasi menstruasi mereka pun lebih lama. Hal itu dibandingkan dengan individu dengan tingkat stres sedang, menurut penelitian tersebut.

Penulis penelitian menyebut, studi ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pandemi Covid-19 berdampak pada kesehatan mental dan reproduksi wanita. Mereka mengetahui stres tambahan dapat berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan.

"Tetapi, bagi perempuan dan perempuan yang sedang menstruasi, stres juga dapat mengganggu pola siklus menstruasi normal dan kesehatan reproduksi secara keseluruhan," kata asisten profesor peneliti, dan penulis korespondensi ilmu sosial medis di Northwestern University Feinberg School of Medicine, Nicole Woitowich.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement