Rabu 20 Oct 2021 21:58 WIB

Penangkapan Terukur Jaga Keseimbangan Ekologi dan Ekonomi

Penangkapan terukur bertujuan mewujudkan pengelolaan sektor perikanan berkelanjutan.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Nelayan mempersiapkan jaring pukat darat untuk menangkap ikan secara tradisional di pesisir pantai Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Senin (18/10/2021). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan kebijakan penangkapan terukur dengan membagi wilayah penangkapan dalam tiga zona meliputi penangkapan untuk industri, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal, dan zonasi untuk pemijahan yang akan diterapkan pada awal 2022.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Nelayan mempersiapkan jaring pukat darat untuk menangkap ikan secara tradisional di pesisir pantai Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Senin (18/10/2021). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan kebijakan penangkapan terukur dengan membagi wilayah penangkapan dalam tiga zona meliputi penangkapan untuk industri, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal, dan zonasi untuk pemijahan yang akan diterapkan pada awal 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH MUHAMMAD NURSYAMSI

JAKARTA -- Sumber daya perikanan yang melimpah tak semestinya membuat Indonesia terlena. Penurunan sumber daya perikanan terus terjadi akibat tingginya tingkat penangkapan dan permintaan.

Tak pelak, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harus bekerja ekstra keras dalam menjaga sumber daya perikanan hingga tahun-tahun mendatang.

Melalui prinsip blue economy atau ekonomi biru sebagai instrumen dasar dalam perencanaan tata ruang laut, termasuk penangkapan ikan terukur, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono ingin menjaga posisi Indonesia sebagai pemasok utama ikan di pasar dunia. Bagi Trenggono, kebijakan penangkapan ikan terukur dapat memastikan adanya keseimbangan antara pertumbuhan ekologi dan ekonomi serta keberlanjutan sumber daya perikanan nasional. 

"Penting menciptakan laut yang sehat, aman, tangguh, dan produktif bagi kesejahteraan bangsa dengan strategi pembangunan ekonomi biru yang menitikberatkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi pada aktivitas yang menetap di ruang laut," ucap Tranggono dalam webinar bertajuk 'Implementasi Blue Economy dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut' pada September lalu.

Trenggono menyampaikan kebijakan penangkapan terukur yang rencananya mulai berlaku pada awal 2022 merupakan jalan terwujudnya pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia yang berkelanjutan tanpa mengenyampingkan kepentingan ekonomi nasional dan daerah. Melalui kebijakan ini, KKP akan mengatur area penangkapan sesuai zona, alat tangkap yang digunakan, hingga tempat ikan hasil tangkapan didaratkan. 

Zona penangkapan yang dimaksud dibagi dalam tiga kategori, yakni zona industri, zona nelayan lokal dan zona spawning dan nursery ground. Kemudian jumlah sumber daya perikanan yang ditangkap ditentukan dengan sistem kuota untuk industri, nelayan lokal, dan penghobi.

Trenggono optimistis program penangkapan terukur dapat meningkatkan devisa negara dari pasar perikanan global mencapai 167 miliar dolar AS. Nilai produksi sektor perikanan laut Indonesia sendiri tercatat sekitar Rp 132 triliun dengan peluang produksi melebihi 10 juta ton per tahun. 

Menurut Trenggono, terukurnya nilai produksi yang menunjukkan ketahanan ekonomi, serta terukurnya nilai pendapatan dan kesejahteraan nelayan yang menunjukkan ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat. 

"Kebijakan penangkapan terukur ditargetkan mampu menciptakan distribusi pertumbuhan di wilayah dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kebijakan ini juga akan mendorong pengelolaan sektor kelautan dan perikanan menjadi lebih tertata untuk kesehatan laut," ungkap Trenggono.

Trenggono menyampaikan kebijakan penangkapan terukur tujuan utamanya untuk pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan penerimaan negara bukan pajak, penambahan penyerapan tenaga kerja, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, ucap Trenggono, juga untuk mempermudah //fish traceability// yang akan memanfaatkan teknologi sistem kontrol yang modern. 

"Dengan demikian, daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global juga akan meningkat," kata Trenggono.

Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Sri Yanti mengatakan kondisi sumber daya perikanan saat ini tidak sama dengan kondisi sumber daya perikanan satu atau tiga dekade yang lalu. Yanti menyebut sumber daya perikanan di Indonesia, terutama yang dekat dengan pantai atau pesisir (<12 mil) saat ini mengalami degradasi karena tekanan penangkapan yang tinggi. 

"Berkurangnya sumber daya perikanan ini akan mempengaruhi masyarakat pesisir terutama para nelayan, yang mayoritas adalah nelayan kecil (5-10 GT) dengan wilayah penangkapan di sekitar pantai," ujar Yanti dalam dialog bertajuk "Penerapan Perikanan Berkelanjutan dan Terukur" di Jakarta, Selasa (14/9).

Yanti menilai kelompok masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan, ditambah dengan permasalahan lainnya seperti isu pendidikan dan kesehatan di masa pandemi saat ini. 

Bappenas, ucap Yanti, mendorong penerapan perikanan berkelanjutan menjadi kebijakan perencanaan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Bappenas pun telah menjadikan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sebagai basis dalam pembangunan perikanan berkelanjutan yang merupakan program prioritas dalam RPJMN 2020 hingga 2024.

Bappenas, Yanti katakan, telah melakukan beberapa kajian ilmiah seperti studi bioekonomi perikanan udang di Laut Arafura (WPP 718), studi perikanan alat tangkap cantrang di perairan Utara Jawa meliputi Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur (WPP 712). 

"Harapannya berbagai kajian ini dapat menjadi model percontohan dalam menyusun kebijakan sektor kelautan dan perikanan untuk berbagai jenis komoditas lainnya melalui pengelolaan yang transparan dan berbasis sains untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan," ucap Yanti.

Dengan menggunakan pendekatan simulasi dinamika berbasis data hasil tangkapan dan parameter ekonomi lainnya, kata Yanti, analisis bioekonomi perikanan udang di Laut Arafura menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan pengendalian input, dalam hal ini jumlah kapal optimal, yang diizinkan. 

Dari dua jenis tipe alat penangkapan udang yang dijadikan sampel mewakili mayoritas aramada yang beroperasi, yakni armada dengan target udang putih dan udang dogol (banana prawn) serta target udang windu dan udang dogol (tiger prawn) diperkirakan perikanan ini memperoleh manfaat ekonomi per kapal antara Rp 25 miliar hingga 50 miliar per tahun.

Yanti menyebut untuk mencapai pemanfaatan ekonomi yang optimal ini diperlukan alokasi jumlah kapal yang optimal dengan kisaran 50 kapal hingga 70 kapal dan secara gradual dievaluasi sesuai dengan kapasitas biologi udang di Laut Arafura. 

Dengan alokasi optimal sebesar itu, lanjutnya, simulasi menunjukkan potensi PNBP yang diperoleh per kapal akan mencapai Rp 400 juta sampai 700 juta per tahun. Bappenas juga ingin mendorong peningkatan PNBP dari sektor kelautan dan perikanan. 

"Dari studi Bioekonomi ini juga kita bisa mensimulasikan berapa potensi yang bisa diterima negara," ungkap Yanti.

Yanti menilai bioekonomi menjadi instrumen yang terbaik dalam mengukur kondisi stok ikan dan manfaat ekonomi optimum yang dapat diperoleh. Yanti mengungkapkan sejumlah kajian bioekonomi ini masih terus akan disempurnakan seiring dengan ketersediaan data yang lebih komprehensif. Namun, Yanti berharap, studi ini dapat menjadi acuan awal untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan yang berbasis kaidah-kaidah ilmiah yang transparan dan akuntabel. 

"Harapannya perikanan berkelanjutan yang telah menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional ini dapat terwujud dimulai dari beberapa jenis komoditas utama di beberapa WPP tertentu sesuai karakteristiknya hingga mencakup jenis lainnya hingga ke seluruh penjuru Indonesia," ungkap Yanti.

Laporan Bappenas juga selaras dengan langkah KKP yang telah mengeluarkan konsep penangkapan ikan terukur dalam mengelola sumber daya perikanan guna menjaga ekosistem laut dan pesisir yang sehat dan produktif, serta menjadikan Indonesia lebih makmur dari sisi ekonomi maupun sosial. "Kegiatan ekonomi harus seimbang dengan ekologinya, sesuai arahan Pak Menteri Kelautan dan Perikanan yang mana setiap aktivitas di ruang laut, harus memperhatikan kesehatan lautnya," ujar Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini.

Zaini menyebut langkah pertama dalam menerapkan konsep penangkapan ikan terukur dinilai dengan mengetahui terlebih duhulu kesehatan stok ikan di setiap WPP. Nantinya, KKP akan mengatur jumlah ikan yang boleh ditangkap, jumlah kapal yang menangkap, termasuk alat tangkapnya.

Zaini menyampaikan penerapan konsep penangkapan ikan terukur bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan di Indonesia. Sebab nantinya pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang sudah ditentukan sehingga masyarakat setempat di luar Pulau Jawa akan dapat memperoleh nilai tambah dari hasil penangkapan beserta proses industrialisasi di hilir.

Saat ini, ucap Zaini, KKP tengah menyiapkan infrastruktur pendukung termasuk ekosistem industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk infrastruktur skema yang diusulkan adalah melalui perbaikan fasilitas pelabuhan yang sudah ada dan membangun pelabuhan baru. 

"Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 akan menjadi salah satu terjemahan dari penangkapan ikan terukur dalam bentuk kebijakan," ujar Zaini.

Zaini menyebut Permen tersebut tidak hanya untuk kepentingan ekologi dan ekonomi, tapi juga menekan terjadinya konflik sosial di tengah masyarakat hingga menjaga kedaulatan negara. Salah satu poin penting Permen ini ialah mengganti dan memodifikasi beberapa jenis alat tangkap ikan yang berpotensi memberi dampak negatif terhadap sumberdaya perikanan berserta lingkungan perairannya.

"Hasil rekomendasi studi bioekonomi yang dilakukan oleh Bappenas di WPP 718 Laut Aru-Arafura sangat membantu dalam menerapkan kebijakan perikanan terukur oleh KKP menuju pengelolaan perikanan yang berkelanjutan," lanjut Zaini.

Bagi Zaini, studi ini dapat menjadi model untuk pengelolaan beberapa jenis komoditas utama lainnya di 11 WPP sehingga memberikan kepastian berusaha di bidang perikanan dengan tidak mengganggu sumber daya perikanan oleh alat tangkap tertentu seperti jaring hela berkantong. Dengan demikian kekhawatiran sumber daya perikanan akan habis dapat dicegah.  

Hasil studi ini juga mendukung kebijakan pembayaran pungutan hasil perikanan (PHP) dari sebelum produksi menjadi pasca produksi sebagai insentif bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan untuk berproduksi lebih efisien.

"KKP menyambut baik dan akan memanfaatkan hasil kajian bioekonomi dari Bappenas tersebut guna mewujudkan penerapan perikanan berkelanjutan dan terukur untuk dapat mewujudkan target PNBP Perikanan di 11 WPP mencapai Rp 12 triliun pada 2024," kata Zaini.

Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Ditjen PDSKP Pung Nugroho Saksono menjelaskan tiga skema pengawasan yang dilakukan, meliputi sebelum melaut, saat melaut dan selesai melaut. Sebagai contoh, untuk pemeriksaan selesai melaut akan dilakukan validasi mengenai hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan. 

"Misal yang dipakai pancing tuna tapi hasil tangkapannya cumi banyak sekali. Ini kan perlu adanya evaluasi lebih lanjut. Intinya kami di PSDKP siap mengawal Permen 18, siap melaksanakan apa yang menjadi tugas-tugas kami," ujar Pung. 

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengapresiasi strategi pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang digagas KKP. Menurutnya, memang diperlukan pemerataan dalam hal infrastruktur maupun pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di Indonesia antara wilayah barat dan timur. 

Di samping itu, peran serta masyarakat dalam implementasi Permen KP18/2021 juga menurutnya sangat penting. "Jadi saya ingin Permen ini juga harus diletakkan agar benar-benar punya daya ungkit dalam kaitan dengan ekonomi masyarakat, nasional. Dia harus diletakkan dalam kerangka koreksi terhadap sarana dan prasarana perikanan kita tadi," kata Riza. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement