Senin 01 Nov 2021 17:55 WIB

Kemiskinan di Afghanistan, Nenek Jual Cucu, Ayah Jual Anak

UNDP memperkirakan angka kemiskinan di Afghanistan bisa mencapai 97 persen.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Keluarga pengungsi internal dari provinsi utara, yang melarikan diri dari rumah mereka karena pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan, berlindung di sebuah taman umum di Kabul, Afghanistan, 14 Agustus (dikeluarkan 15 Agustus).
Foto: EPA-EFE/HEDAYATULLAH AMID
Keluarga pengungsi internal dari provinsi utara, yang melarikan diri dari rumah mereka karena pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan, berlindung di sebuah taman umum di Kabul, Afghanistan, 14 Agustus (dikeluarkan 15 Agustus).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Situasi di Afghanistan belum kunjung membaik. Kemiskinan dan kelaparan masih terjadi meski Taliban sudah menjanjikan akan ada perbaikan ekonomi. Sejumlah keluarga terpaksa menjual sanak keluarganya yang lain untuk mendapatkan makanan.

Di Provinsi pegunungan Hindu Kush, seorang nenek di Afghanistan tengah menjual dua cucunya demi kelangsungan hidup keluarga dan perawatan putranya. Ruhsana Samimi (56 tahun), telah menghubungi tetua desanya di Dara-i-Kazim, distrik Tolak di provinsi Ghor, dan menyatakan niatnya untuk menjual dua cucunya, yaitu Zenet yang berusia enam tahun dan Ziba yang berusia empat tahun.

Baca Juga

Samimi menjual Zenet seharga 200 ribu Afghan atau sekitar 2.200 dolar AS, dan Ziba seharga 100 ribu Afghan atau sekitar 1.100 dolar AS, untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari keluarga.

Samimi juga membutuhkan uang untuk membayar pengobatan putranya, Sibghatullah, yang merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga.

Samimi menjualnya kedua cucunya sekitar dua minggu lalu. Namun tidak ada orang yang tertarik untuk membelinya.

"Kami kelaparan dan tidak menerima bantuan, bahkan dari kerabat kami. Jika seseorang membantu kami, saya tidak akan menjual cucu perempuan saya," ujar Samimi seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (1/11).

Samimi mengatakan, keluarganya menghadapi kemiskinan karena putranya yang menjadi tulang punggung mengalami masalah kesehatan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun di keluarga yang dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Upaya Samimi menjual kedua cucunya telah mendapatkan izin dari anaknya.

Samimi mengaku kehilangan suaminya 20 tahun yang lalu karena suatu penyakit. Sejak saat itu, ia telah berjuang untuk membesarkan anak-anaknya. Kini, dia berjuang membesarkan cucu-cucunya sambil juga merawat putranya yang sakit.

Bukan hanya Samimi yang ingin menjual kedua cucunya. Beberapa keluarga lain ingin menjual anak-anak mereka kepada kerabat. Bahkan beberapa keluarga berniat untuk menjual anak-anak mereka kepada siapa saja yang mungkin tertarik untuk membeli.

Di distrik-distrik Provinsi Ghur, seorang sumber mengatakan seorang gadis di bawah umur dihargai antara 100 ribu hingga 250 ribu Afghani atau setara dengan kisaran 1.108 hingga 2.770 dolar AS. Jika pembeli tidak memiliki uang tunai, maka mereka akan memberikan senjata atau ternak kepada keluarga gadis itu sebagai gantinya.

Sementara itu, Fahima menangis tak henti sejak suaminya menjual dua putri mereka yang masih anak-anak untuk dinikahkan. Mereka terpaksa melakukannya untuk bertahan hidup di tengah kekeringan yang melanda Afghanistan barat.

 

Tidak mengerti dengan kesepakatan itu, Farishteh yang berusia 6 tahun dan Shokriya yang berusia 18 bulan duduk di sampingnya di tenda pengungsian berdinding batu bata. "Suami saya mengatakan apabila kami tidak menyerahkan putri-putri kami, kami semua akan mati karena kami tidak memiliki apa-apa untuk dimakan. Saya merasa bersalah menjual putri-putri saya," kata Fahima seperti dikutip Daily Sabah, Kamis (28/10).

Putrinya yang tertua dihargai 3.350 dolar AS sementara yang bayi sebesar 2.800 dolar AS. Pembayaran dilakukan dengan dicicil selama beberapa tahun sampai putri-putri Fahima bergabung dengan keluarga baru pembeli.  Ia mengatakan. saat ini banyak keluarga di Afghanistan yang menghadapi pilihan serupa.

Sejak Taliban kembali berkuasa, sejumlah negara dan lembaga keuangan internasional menghentikan aliran bantuan pendanaan. Kondisi ini semakin memperburuk kemiskinan dan kelaparan yang sebelumnya sudah dialami oleh Afghanistan. PBB memperkirakan, sekitar 22,8 juta orang atau lebih dari setengah populasi Afghanistan, akan menghadapi krisis pangan cukup parah. UNDP melaporkan, tingkat kemiskinan di Afghanistan bisa melonjak hingga 97 persen pada pertengahan 2022 akibat kekeringan, pandemi Covid-19, dan konflik yang tak kunjung usai.

Amerika Serikat telah membekukan dana cadangan bank sentral Afghanistan yang bernilai miliaran dolar AS. Selain itu, lembaga keuangan internasional juga menangguhkan akses Afghanistan untuk mendapatkan dana, meskipun bantuan kemanusiaan terus berlanjut.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلَّآ اَسْمَاۤءً سَمَّيْتُمُوْهَآ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ مَّآ اَنْزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗاَمَرَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

(QS. Yusuf ayat 40)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement