Selasa 02 Nov 2021 20:48 WIB

Saksi Jelaskan Alasan Buat Laporan Model A Kasus Laskar FPI

Kasus unlawful killing laskar FPI hari ini hanya menghadirkan satu saksi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus dugaan unlawful killing atau tindakan pembunuhan di luar hukum terhadap beberapa laskar Front Pembela Islam (FPI) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakata Selatan, Selasa (2/11). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan penyidik Bareskrim Polri, Saifullah, sebagai saksi.

Sebenarnya, dalam persidangan kali ini ada delapan saksi yang dihadirkan. Namun, majelis hakim memutuskan untuk menghadirkan saksi secara bertahap dan hari ini hanya ada satu saksi, untuk dua terdakwa, yaitu Ipda Yusmin dan Briptu Fikri Ramadhan.

Baca Juga

Dalam kesempat itu, jaksa menanyakan kepada saksi Saifullah, apakah ada hal selain tugas pokok dan fungsi seorang penyidik yang menjadi alasan Saifullah membuat laporan model A atas kasus unlawful killing terhadap beberapa laskar FPI. "Ada dasar lain selain sehingga saudara melaporkan kasus ini?" tanya jaksa dalam persidangan, di PN Jakarta Selatan, Selasa (2/11).

Kemudian dalam keterangannya, Saifullah mengatakan dirinya membuat laporan polisi model A untuk kasus unlawful killing pada 22 Februari 2021 silam. Menurut dia, laporan itu dibuat setelah rekomendasi dari Komnas HAM keluar ketika ia menjabat sebagai kepala penyidik Bareskrim Polri. Artinya, laporan tersebut dibuat agar polisi dapat menyelidiki kasus tersebut.

"Yang mendasari atau melatarbelakangi adalah rekomendasi atau penyelidikan Komnas HAM," jawab Saifullah.

Sebelum persidangan dimulai terjadinperdebatan antara JPU dengan kuasa hukum terdakwa, perihal keberadaan para saksi. JPU keberatan dengan kehadiran tujuh orang saksi yang ingin memberikan keterangan secara langsung dan hanya satu yang hadir secara daring dari Kejaksaan Negeri (Kejari), Jakarta Selatan.

Sementara sesuai dengan panggilan dan penetapan majelis hakim, para saksi harus memberikan keterangan secara daring. Maka JPU meminta para saksi bertolak ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, untuk memberikan kesaksian secara daring sesuai penetapan majelis hakim.

"Oleh karena itu kami menunggu saksi hadir di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata jaksa.

 

Jaksa membantah jika persidangan kali ini dipertimbangkan agar saksi dihadirkan secara langsung. Justru pada penetapan sebelumnya majelis hakim memutuskan digelar secara daring, meskipun pihaknya juga pernah mengusulkan sidang langsung. Karena itu, pihaknya keberatan dengan kehadiran langsung tujuh dari delapan saksi yang disiapkan.

"Belum ada penetapan yang mengubah penetapan itu untuk offline sehingga kami berketetapan bahwa sidang hari ini masih online sebagaimana penetapan hakim yang terakhir," tegas jaksa.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Henry Yosodiningrat mengeklaim bahwa, majelis hakim telah mempertimbangkan agar saksi dihadirkan secara tatap muka. Maka dengan demikian saksi akan dihadirkan secara bertahap dan bergantian untuk mempertimbangkan protokol kesehatan.

Hanya saja Henry Yosodiningrat enggan bersikap atau menanggapi terkait keterangan saksi Saifullah dalam persidangan yang dimulai sejak pukul 10.30 WIB tersebut. Namun, ia merasa keberatan karena saksi yang dihadirkan JPU adalah orang yang membuat laporan sekaligus memeriksa semua saksi dalam perkara ini.

"Untuk saksi sendiri, sejak awal saya keberatan. Selain dia pelapor, dia juga saksi yang memeriksa, penyidik yg memeriksa semua saksi dalam perkara ini. Makanya saya tidak ajukan pertanyaan dan sejak awal saya menokak," keluh Henry Yosodiningrat.

Diketahui dalam surat dakwaan yang dibacakan, terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama. Dalam kasus ini, total enam Laskar FPI meregang nyawa akibat ditembak timah panas oleh oknum polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya.

Kemudian jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement