Rabu 03 Nov 2021 10:39 WIB

Komitmen Indonesia Kembangkan Energi Hijau

Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove dan 3 juta lahan kritis.

Rep: Dessy Suciati Saputri/Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada sesi World Leaders Summit on Forest and Land Use di Scotish Event Campus di KTT Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Britania Raya.
Foto: ANTARA FOTO/Biro Pers dan Media Kepresidenan/
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada sesi World Leaders Summit on Forest and Land Use di Scotish Event Campus di KTT Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Britania Raya.

REPUBLIKA.CO.ID, Dessy Suciati Saputri, Iit Septyaningsih

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar. Karena itu, Indonesia akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim yang menjadi ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Menurutnya, solidaritas, kemitraan, kerja sama, dan kolaborasi global merupakan kunci. 

Baca Juga

Hal ini disampaikannya saat berbicara pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26 di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11). "Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen pada 2020," ujar Jokowi dikutip dari siaran resmi Istana pada Selasa (2/11).

Tak hanya itu, Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai 2024 yang merupakan terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara 2010-2019.

"Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030," tambahnya.

Di sektor energi, Indonesia juga terus bergerak dalam pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.

"Tetapi, hal itu tidak cukup. Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan potensi dihijaukan serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju," jelas Presiden.

Jokowi memastikan, Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif seperti pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau. Menurut dia, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara maju, merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.

"Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi net-zero emission dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?" tegasnya.

Selain itu, Presiden melanjutkan, carbon market dan carbon price harus menjadi bagian dari upaya penanganan isu perubahan iklim. Ekosistem ekonomi karbon yang transparan dan berintegritas, inklusif dan adil harus diciptakan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement