Jumat 12 Nov 2021 00:44 WIB

Militer UEA, Bahrain, Israel, dan AS Gelar Latihan Gabungan

Angkatan laut Amerika Serikat, Israel, Bahrain, dan UEA gelar latihan di Laut Merah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Pesawat pengintai P-8A Poseidon milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Angkatan laut Amerika Serikat, Israel, Bahrain, dan UEA gelar latihan di Laut Merah. Ilustrasi.
Pesawat pengintai P-8A Poseidon milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Angkatan laut Amerika Serikat, Israel, Bahrain, dan UEA gelar latihan di Laut Merah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pasukan angkatan laut Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Israel, dan Komando Pusat Angkatan Laut Amerika Serikat (NAVCENT) menggelar latihan gabungan. Mereka melakukan latihan operasi keamanan maritim multilateral di Laut Merah yang dimulai pada Rabu (10/11).

NAVCENT pada Kamis (11/11) mengatakan ini adalah latihan angkatan laut pertama yang diakui secara publik antara Amerika Serikat, Israel, dan dua negara Teluk. Latihan itu akan digelar selama lima hari.

Baca Juga

Latihan gabungan tersebut mencakup pelatihan di kapal USS Portland. NAVCENT mengatakan latihan ini akan meningkatkan interoperabilitas di antara tim pasukan maritim. “Kolaborasi maritim membantu menjaga kebebasan navigasi dan arus perdagangan bebas, yang penting bagi keamanan dan stabilitas regional,” kata Komandan NAVCENT, Brad Cooper.

Armada ke-5 AS berbasis di Teluk Bahrain dan beroperasi di Teluk Arab, Teluk Oman, Laut Merah, dan sebagian Samudra Hindia. Tahun lalu UEA dan Bahrain menormalkan hubungan diplomatik dengan Israel di bawah Kesepakatan Abraham atau Abraham Accord yang ditengahi oleh AS. Kesepakatan itu ditandatangani di Gedung Putih.

Kemudian pada Oktober tahun lalu, Israel dan Sudan mengumumkan bahwa mereka telah menormalkan hubungan, diikuti dengan Maroko yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada Desember.

Para pejabat Palestina mengatakan mereka merasa dikhianati oleh negara-negara Arab karena mencapai kesepakatan dengan Israel tanpa menuntut kemajuan menuju pembentukan negara Palestina. 

Sebelumnya hanya dua negara Arab yang menjalin hubungan penuh dengan Israel yaitu Mesir dan Yordania. Amerika Serikat berupaya untuk memperluas kesepakatan normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab. Pejabat senior Departemen Luar Negeri AS berharap kesepakatan tersebut dapat memulihkan hubungan Israel dan Palestina.

“Kami terus menyambut kerja sama ekonomi antara Israel dan semua negara di kawasan. Kami berharap normalisasi dapat dimanfaatkan untuk memajukan kemajuan di jalur Israel-Palestina,” kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang berbicara dengan syarat anonim.

Pejabat itu menegaskan Kesepakatan Abraham bukan pengganti solusi dua negara antara Israel dan Palestina. Para pejabat AS tidak memberikan penjelasan lebih lanjut bagaimana Washington menggunakan perjanjian normalisasi sebagai alat untuk membuat kemajuan dalam masalah Israel-Palestina. Sejauh ini, solusi dua negara adalah jalan keluar untuk mengakhiri konflik Israel dan Palestina.

“Pemerintahan Biden telah memulai dengan komitmen yang jelas terhadap solusi dua negara. Kami melanjutkan dengan komitmen itu.  Kami berusaha untuk maju semampu kami dan sebaik mungkin,” kata salah satu pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement