Senin 15 Nov 2021 09:32 WIB

Toleransi Kepuluan Aru dan Peran Sang ‘Trio Macan’ 

Toleransi dan kerukunan Kepulauan Aru terjaga dengan kekeluargaan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Toleransi dan kerukunan Kepulauan Aru terjaga dengan kekeluargaan. Ilustrasi kerukunan
Foto: Prayogi/Republika.
Toleransi dan kerukunan Kepulauan Aru terjaga dengan kekeluargaan. Ilustrasi kerukunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku memiliki penduduk yang beragam suku, agama, dan budayanya. Meski sangat beragam, kerukunan antarumat beragama dan toleransi di sana sangat terjaga dengan baik. 

Masyarakat di Maluku biasa menyebut Kepulauan Aru sebagai laboratorium perdamaian. Namun, menurut tokoh agama di Kepulauan Aru wilayahnya pantas disebut sebagai sekolah kerukunan antar umat beragama. 

Baca Juga

Meski demikian, tokoh agama di sana menyampaikan bahwa Kepulauan Aru masih membutuhkan infrastruktur yang menunjang wilayah kepulauan untuk semakin mengikat persatuan guna menguatkan kerukunan masyarakat yang beragam. 

Tokoh agama khususnya dari agama Islam, Protestan, dan Katolik memiliki peran yang sangat besar di tengah masyarakat yang hidup rukun berdampingan. Masyarakat menjuluki tiga tokoh agama ini dengan sebutan Trio Macan. 

Mereka adalah Kiai Abdul Haris Elwahan sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kepulauan Aru, Pastor Tino Ulahayanan sebagai Wakil Uskup Kepulauan Aru, dan Pendeta Musa sebagai Ketua Klasis Protestan di Kepulauan Aru. 

Kiai Elwahan menyampaikan, sejak  2010, bupati Kabupaten Kepulauan Aru telah mencanangkan daerahnya sebagai barometer toleransi antar umat beragama di Maluku. 

Tokoh agama di sini selalu mencegah hal-hal yang dapat mengganggu kehidupan dan kerukunan umat beragama di Kepulauan Aru. 

Dia menggambarkan nuansa kerukunan antarumat beragama di Kepulauan Aru. Saat Idul Fitri tiba, para pemuda Protestan dan Katolik menjaga keamanan masjid dan umat Islam yang sedang beribadah. "Begitu pula nanti saat datang waktu Natal dan tahun baru, pemuda Muslim dan remaja masjid menjaga keamanan di gereja-gereja," kata Kiai Elwahan saat diwawancara Republika.co.id, Senin (14/11). 

Tokoh Muslim di Kepulauan Aru ini mengungkapkan, masing-masing umat beragama tidak saling mengganggu ritual keagamaan agama lain, justru saling menjaga satu-sama lain. 

Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya  

 

Namun, setiap umat beragama memiliki batasan masing-masing, artinya tidak mencampur adukan ritual keagamaan. Tapi dalam kegiatan keagamaan yang bersifat seremonial, sering dilakukan bersama-sama umat agama-agama di sini. 

Kepulauan Aru memiliki penduduk sekitar 120 ribu jiwa. Sebanyak 40 persennya pemeluk Protestan, pemeluk agama Islam juga hampir mencapai 40 persen, dan pemeluk Katolik sekitar 12 persen. 

Sebagian kecil sisanya beragama Hindu, Buddha dan Konghucu. Masyarakat Kepulauan Aru juga terdiri dari sekitar 16 suku yang berbeda. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement