Rabu 17 Nov 2021 02:37 WIB

Kisruh Demokrat, Pengamat Nilai Moeldoko Sering Blunder

Pengamat nilai keputusan MA soal JR AD/ART Demokrat adalah blunder Moeldoko

Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memberikan keterangan pers secara virtual terkait putusan Mahkamah Agung (MA) tolak uji materil AD/ART Partai Demokrat di Jakarta, Rabu (10/11). Partai Demokrat menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak uji materi AD/ART Partai Demokrat yang diajukan mantan kader Partai Demokrat.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memberikan keterangan pers secara virtual terkait putusan Mahkamah Agung (MA) tolak uji materil AD/ART Partai Demokrat di Jakarta, Rabu (10/11). Partai Demokrat menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak uji materi AD/ART Partai Demokrat yang diajukan mantan kader Partai Demokrat.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Unpad, Firman Manan, mengatakan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan judicial review terhadap Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya. Menurutnya, apa yang dilakukan Moeldoko bukan tidak mungkin bisa merugikan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang nota bene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang. Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi," kata Firman.

Baca Juga

Firman melanjutkan, di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum. "Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra)," ucapnya.

Sementara pengamat politik dari UNJ, Ubedilah Badrun menilai apa yang dilakukan oleh Moeldoko bukan tidak mungkin merugikan citra pemerintahan Jokowi. "Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Ditengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan Presiden Jokowi dalam menyiapkan legacy pemerintahannya," katanya.

Menurutnya, bukan cuma terkait kepengurusan Partai Demokrat saja, Moeldoko juga beberapa kali menjadi perhatian masyarakat. Salah satunya terkait perseteruan dengan ICW. Dalam konteks ini, manuver-manuver Moeldoko saya cermati lebih menjadi beban (liabilities) ketimbang aset bagi Jokowi dan pemerintahannya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement