Selasa 23 Nov 2021 20:22 WIB

Buruh di Depok akan Demo Jika UMK tak Sesuai

Harapan buruh adalah Pemkot Depok menaikan UMK sebesar lima persen dari UMK di 2021.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Andi Nur Aminah
Massa aksi dari berbagai organisasi buruh melakukan aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi dari berbagai organisasi buruh melakukan aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Jelang pengumuman besaran Upah Minimum Kota (UMK) 2022 di Depok menemui gejolak. Buruh di Kota Depok tetap menuntut permintaan sebesar Rp 4,5 juta yang sudah diajukan saat aksi beberapa pekan lalu. Jika tidak direstui, buruh mengancam akan melakukan aksi kembali. 

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Depok Wido Pratikno menegaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mesti memenuhi permintaan buruh dalam menaikan UMK 2022. "Para buruh sebelumnya mengadakan aksi meminta Pemkot Depok mengakomodir harapan buruh, menaikan UMK sebesar lima persen dari UMK di 2021. Kami sudah sampaikan dan mudah-mudahan Pemkot Depok bisa menilai dan melihat apa yang kami ajukan," ujar Wido di Kantor PWI Kota Depok, Selasa (23/11).

Baca Juga

Wido mengatakan, saat aksi, perwakilan buruh pun diterima Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok Mohammad Thamrin, dan Asisten Bidang Ekonomi Setda Kota Depok, Sidik Mulyono. Pemkot akan mendiskusikan permintaan buruh perihal kenaikan UMK 2022. Saat ini, UMK Depok Rp 4,3 juta dan semoga pada UMK 2022 naik menjadi Rp 4,5 juta.

"Jika tak sesuai harapan, teman-teman buruh sepakat akan melakukan aksi lagi. Karena kami berpikir minyak goreng naik, maka dari itu sebenarnya UMK, itu kan untuk menutup kebutuhan hidup. Kami berharap, Pemkot Depok dapat melakukan pertemuan dengan para buruh guna membahas mengenai kenaikan UMK. Namun, belum ada tanggapan," tuturnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 1,8 juta sekian. Sebelum UMK Kota Depok ditetapkan, Undang Undang Omnibuslaw Cipta Kerja yang sedang dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi, tidak bisa jadi acuan.

"Maka selayaknya UU (Omnibuslaw) itu belum bisa berjalan sampai turunnya PP 36. Kami berharap pemerintah jangan mengesampingkan itu, makanya kami minta pemerintah musyawarah ke kami dan mengacu dengan memakai aturan yang lama (PP 78 Tahun 2015),” jelasnya.

PP 78 Tahun 2015 berisikan tentang kenaikan upah mengacu pada pertumbuhan inflasi dan perekonomian. "Jadi, Pemkot Depok jangan mengacu surat edaran menteri, kita meminta pemkot mengacu pada dewan pengupahan dan mengacu pada PP yang lama, buka yang baru," terang  Wido.

Wido berharap Pemkot Depok dapat lebih dulu melakukan musyawarah dengan para Serikat Pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). “Sampai detik ini, Disnaker Depok masih mengacu surat edaran menteri, yang mana surat edaran (menteri tersebut) masih mengacu pada PP 36 (UU Omnibuslaw Cipta Kerja)," harapnya.

Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan, Pemkot Depok selalu komitmen dan seimbang dengan perusahaan, sebagai pelaku ekonomi utama dalam menjalankan dan memperlancar roda perekonomian.

"Pemkot Depok juga memberikan perhatian kepada para buruh dan pekerja di Kota Depok. Namun, perusahaan juga harus perduli kepada buruh-buruh. Jika, buruh dan perusahaan menginginkan Upah Minimum Kota (UMK) naik, Pemkot Depok mendekatkan kedua keinginan para buruh," jelasnya.

Menurut Idris, dalam sejarahnya UMK Kota Depok selalu naik di setiap tahunnya. Bahkan UMK tahun ini sudah mencapai nilai Rp4.339.514. "Dalam sejarah UMK akan naik setiap tahunnya, untuk tahun ini akan kita tingkatkan tadi ada usulan masih dalam sebuah kajian," ungkapnya. (Rusdy Nurdiansyah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement