Ahad 28 Nov 2021 11:59 WIB

Berhenti Merokok Cegah PPOK dan Kanker Paru

Beberapa zat berbahaya yang dapat menyebabkan kanker ditemukan dalam rokok.

Red: Indira Rezkisari
Sejumlah massa dari Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) melakukan aksi kreatif parade mural hari kesehatan Nasional di Kawasan Taman Patung Kuda, Jakarta, Rabu (17/11). Aksi tersebut merupakan bentuk komitmen untuk terus mendorong pemerintah membuat kebijakan yang lebih kuat guna melindungi kesehatan masyarakat khususnya anak dan remaja dari dampak rokok yang berbahaya.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Sejumlah massa dari Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) melakukan aksi kreatif parade mural hari kesehatan Nasional di Kawasan Taman Patung Kuda, Jakarta, Rabu (17/11). Aksi tersebut merupakan bentuk komitmen untuk terus mendorong pemerintah membuat kebijakan yang lebih kuat guna melindungi kesehatan masyarakat khususnya anak dan remaja dari dampak rokok yang berbahaya.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rokok adalah salah satu jenis candu yang membahayakan kesehatan. Rokok menimbulkan berbagai masalah termasuk pada organ pernapasan dan paru-paru. Dua dari sekian banyak penyakit yang bisa dicegah dengan berhenti merokok yakni penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan kanker paru.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2002 menunjukkan, PPOK menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan kanker yang menjadi penyebab kematian di dunia. Di Indonesia, diperkirakan 4,8 juta orang menderita PPOK dan angka ini bisa bertambah semakin banyaknya jumlah perokok, karena 90 persen penderita PPOK perokok atau mantan perokok.

Baca Juga

Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr Aditya Wirawan, Ph.D, Sp.P mengatakan, dari sisi gejala umum dan derajat skala sesak penyakit PPOK, dimulai dari derajat 0 hingga derajat 4. Derajat 0 yaitu tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat, derajat 1 yaitu sesak timbul bila berjalan cepat atau ketika berjalan menanjak, derajat 2 yaitu berjalan lebih lambat dari orang sebayanya karena sesak.

Selanjutnya derajat 3 muncul setelah berjalan 100 meter atau setelah berjalan beberapa menit, dan derajat 4 yaitu sesak muncul saat mandi atau berpakaian, derajat. Menurut Aditya, sesak yang dialami penderita PPOK disebabkan terjadinya perubahan struktur anatomi paru.

"Kantung paru menjadi melebar, sehingga udara mudah masuk, namun udara tersebut akan sulit keluar, sehingga produksi dahak akan meningkat. Fenomena ini dikenal dengan fenomena bottle neck," kata dia, melalui keterangan tertulis RSUI, Ahad (28/11).

Untuk mendiagnosa PPOK, pasien sebaiknya berkonsultasi ke dokter. Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan, pemeriksaan dan melakukan tes spirometri. Jika ditemukan pada fase awal, PPOK dapat lebih mudah ditangani dan tidak berkembang ke tahapan yang lebih parah.

Aditya mengatakan, PPOK termasuk penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, namun akan berbahaya jika tidak ditangani. Dia mengimbau orang-orang memeriksakan kesehatan paru secara rutin dan menghindari pajanan zat berbahaya salah satunya dengan berhenti merokok bila perokok.

Selain PPOK, kanker paru juga bisa dicegah dengan menghindari dan berhenti merokok khususnya bagi perokok. Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Gatut Priyonugroho, Sp.P mengatakan, banyak orang merasa perokok bisa tetap sehat dan tidak terkena kanker paru atau ada pula penderita kanker paru tidak berobat namun masih hidup sampai saat ini. Padahal, menurut dia, orang-orang sebaiknya melihat dari penelitian-penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

Di tengah angka harapan hidup yang meningkat saat ini, tren penyakit bergeser menjadi penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, dan kanker, termasuk kanker paru. Hal ini juga dibarengi dengan jumlah dan proporsi perokok yang meningkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement