Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Kelas Menengah Muslim dan Potensi Industri Syariah

Lomba | Sunday, 28 Nov 2021, 16:50 WIB

Mencermati apa yang disampaikan oleh Wakil Presiden di atas sangatlah menarik. Karena hal ini menyangkut ungkapan beliau tentang gaya hidup dan kelas menengah muslim. Pertama tentang gaya hidup. Apa itu gaya hidup? Menurut Kotler (2009) gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup pada prinsipnya adalah pola seseorang dalam mengelola waktu dan uangnya. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya menentukan pola konsumsi seseorang.

Hal kedua yang menarik adalah kelas menengah muslim. Siapa itu kelas menengah muslim? Menurut Wasisto Raharjo Jati (2017) dalam bukunya Politik Kelas Menengah Islam, kelas menengah Muslim Indonesia adalah kelompok kelas menengah yang menggunakan prinsip, norma, dan nilai islam sebagai identitas politik individu dan kelompok yang berkembang sesuai peristiwa politik saat itu. Jadi gaya hidup kelas menengah muslim adalah pola hidup kelompok masyarakat kelas menengah yang mengekspresikan aktivitas, minat, dan opininya dengan menggunakan prinsip, norma, dan nilai islam sebagai identitasnya.

Seberapa banyak populasi kelas menengah muslim ini? Dilansir dari republika.co.id, Wakil Presiden Republik Indonesia Amin Ma’ruf dalam sebuah seminar yang bertema Sharia Economy Gaining Momentum in Indonesia’s Economy Recover menyebutkan bahwa jumlah populasi kelas menengah muslim Indonesia tahun 2020 berdasarkan data riset Boston Consulting Group (BCG) sebanyak 64,5 juta atau 27,5 persen dari 233 juta penduduk muslim Indonesia. Sungguh suatu populasi yang sangat besar dengan potensi ekonomi yang besar pula. Belum lagi ditambah dengan potensi umat muslim seluruh dunia yang mencapai 1,8 miliar atau mencapai 24,1 persen dari total penduduk dunia. Di samping itu jika kita membaca informasi yang didapat di laman kemenperin.go.id, bahwa berdasarkan The State of the Global Islamic Economy Report 2020/21, umat muslim dunia membelanjakan tidak kurang USD2,02 triliun untuk kebutuhan di bidang makanan, farmasi, kosmetik, fesyen, pariwisata, dan sektor-sektor syariah lainnya. Angka tersebut meningkat 3,2% dibandingkan tahun 2018.

Seperti dilansir di republika.co,id dalam tulisan Mohammad Munif Ridwan, kebutuhan pilihan produk, jasa, dan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi kelas menengah muslim ini. Lihat saja fenomena sekitar 5-10 tahun an terakhir. Semakin banyak perempuan muslim yang mengenakan hijab. Jauh lebih banyak jika dibandingkan 15-20 tahun yang lalu. Beragam model hijab yang selalu update setiap tahunnya. Belum lagi ketika kita melihat munculnya kesadaran akan makanan halal, tumbuh berkembangnya industri keuangan syariah, umrah dan wisata religi, menjamurnya lembaga pendidikan dasar dan menengah Islam bagi generasi baru Muslim, makin kuatnya filantropi Islam melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta booming media dakwah melalui film Islami dan dakwah digital.

Doc. Republika

Sebelum membahas lebih jauh ekonomi syariah, perlu dipahami dahulu apa itu syariah? Mengutip tulisan di laman merdeka.com, pengertian syariah adalah ketetapan dari Allah bagi hamba-hamba-Nya atau segala hal yang diturunkan Allah subhanahu wa ta'ala kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bentuk wahyu yang ada dalam Alquran dan sunnah. Sedangkan ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang mengimplementasikan nilai dan prinsip dasar syariah, bersumber dari ajaran agama islam nilai dan prinsip syariah yang berlaku universal dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi dan keuangan.

Dewasa ini mengapa produk keuangan syariah akan semakin diminati kelas menengah muslim? Mengutip tulisan Mohammad Munif Ridwan yang tertuang di laman republika.co.id, paling tidak ada dua alasan yang dapat menjelaskannya. Pertama, produk keuangan syariah memberikan spiritual value kepada konsumennya. Secara sederhana, spiritual value adalah manfaat yang diperoleh karena konsumen taat pada perintah agamanya, sehingga muncul ketenangan jiwa (peace of mind). Kedua, kini semakin banyak lembaga keuangan syariah yang muncul dan berkembang dengan baik. Mereka menilai value proposition produk keuangan syariah tidak kalah jika dibandingkan dengan produk konvensional. Jangan lupa, selain fungsional sebagai tempat bertransaksi, konsumen memerlukan manfaat emosional, berupa citra kesalehan, self-esteem, dan gaya hidup bersyariah.

Potensi ekonomi syariah yang begitu besar ternyata belum sebanding dengan perkembangannya. Harus ada upaya untuk menjemput bola atas potensi ekonomi syariah tersebut terutama oleh pemerintah. Pemerintah sudah harus fokus pada pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di 4 sektor yakni, pertama penguatan halal value chain, yang terdiri atas industri makanan dan minuman halal, industri pariwisata halal, industri fesyen Muslim, industri media dan rekreasi halal, industri farmasi dan kosmetik halal dan industri energi terbarukan. Kedua penguatan keuangan syariah. Ketiga, penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dan yang terakhir, penguatan ekonomi digital. Pemerintah kita harus mendorong pelaku ekonomi secara khusus dan masyarakat luas secara umum agar ekonomi dan keuangan syariah dapat terus berkembang dan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image