Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Casmudi Vlog

Ekosistem Digital Untuk Akselerasi Bank Digital Syariah

Lomba | Tuesday, 30 Nov 2021, 23:01 WIB
Ekosistem digital bank digital syariah (Sumber: shutterstock/diolah)

Menurut data BPS (Biro Pusat Statistik) menyatakan bangsa Indonesia memiliki populasi 274,9 juta pada Januari 2021. Sebanyak 82% atau sekitar 231 juta jiwa dari total populasi tersebut merupakan penduduk muslim. Uniknya, masih banyak penduduk muslim yang belum terlayani jasa perbankan, khususnya perbankan syariah.

Tidak dipungkiri bahwa perkembangan perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Data perbankan syariah pada bulan Juli 2021 menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai total aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai Rp 616,08 triliun (6,5% dari total aset bank komersil). Jumlah tersebut melesat dari Rp 296,26 triliun di akhir 2015. Hal itu menunjukan bahwa aset syariah nasional tumbuh lebih dari 15% secara rata-rata per tahun (Compounded Annual Growth Rate/CAGR) dalam 5 tahun terakhir.

Ekosistem Digital

Sekarang, perangkat gadget tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder atau tersier. Perangkat seperti smartphone (telepon pintar) telah menjadi kebutuhan primer untuk berbagai keperluan. Dari mencari informasi, alat kerja hingga bisnis. Pelan tapi pasti, kegiatan yang masih mengedepankan konvensional akan berubah ke arah digital. Kondisi inilah yang menyebabkan proses digitalisasi menjadi keharusan, sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.

Sebagai informasi, pengguna internet di Indonesia pada Januari 2021 berjumlah 202,6 juta pengguna (meningkat 27 juta atau 16%) dari tahun sebelumnya. Besaran angka tersebut menjadi sebuah ekosistem digital dan modal besar bank syariah menuju digitalisasi di masa depan. Karena, selama ini, layanan perbankan syariah hanya ditemukan di kota-kota besar. Transaksi perbankan syariah masih terbatas di kantor cabang, cabang pembantu, kantor kas, hingga Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Lantas, bagaimana masa depan bank digital syariah di Indonesia? Menurut peneliti ekonomi syariah Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fauziah Rizki Yuniarti menyatakan bahwa digitalisasi masih menjadi pekerjaan rumah perbankan syariah di Indonesia. Digitalisasi membutuhkan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang handal dan investasi yang relatif tinggi (Kompas.com, 10/11/2021).

Tetapi, pangsa besar perbankan syariah yang didukung dengan ekosistem digital yang baik, maka masa depan bank digital syariah mampu berkembang pesat. Menurut Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo di acara Sharia Investment Week 2021 (Republika.co.id, 11/11/2021), mengatakan bahwa inovasi digital sudah dilakukan di berbagai industri perbankan syariah yang tertuang dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024. Bahkan, jika tidak menggunakan ekosistem digital, maka ekosistem ekonomi dan keuangan syariah akan tertinggal.

BSI dan Bank Aladin

Masa depan perbankan syariah makin menggiurkan. Setelah terbentuknya Bank Syariah Indonesia (BSI) yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 1 Pebruari 2021. Di mana, BSI merupakan merger 3 bank syariah besar BUMN, yaitu PT Bank Syariah Mandiri Tbk, PT Bank BNI Syariah Tbk, dan PT Bank BRI Syariah Tbk.

Bank Syariah Indonesia (BSI) (Sumber: kesatu.co)

Perlu diketahui bahwa pemerintah sangat serius dalam memperhatikan perkembangan layanan berbasis syariah. Perbankan syariah mampu bertahan di era pandemi Covid-19. Dan, tidak dipungkiri bahwa BSI menjadi cerminan wajah syariah di Indonesia yang modern dan universal.

Di Republika.co.id (16/11/2021), menurut Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat menyatakan bahwa salah satu tujuan utama merger BSI adalah digitalisasi yang menjadi fokus utama dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia. Digitalisasi akan terhubung dengan program-program digitalisasi pemerintah, seperti transaksi digital QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Bahkan, menurut Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan BSI telah meluncurkan inovasi digital yang terintegrasi dengan Single System atau One System. Layanan membuka rekening secara online (digital onboarding) makin mudah. Dengan menggunakan Biometric Online Onboarding di aplikasi BSI Mobile, maka calon nasabah BSI di daerah terpencil dapat membuka rekening tabungan dalam waktu kurang dari 5 menit, dengan verifikasi menggunakan face recognition (pengenalan wajah).

Aplikasi BSI Mobile (Sumber: qoala.app.id)

BSI juga berkolaborasi dengan LinkAja (Republika.co.id, 25/11/2021) untuk mendorong transformasi transaksi digital syariah. Calon nasabah juga bisa membuka rekening BSI dengan aplikasi LinkAja. Seiring dengan proses digitalisasi, transaksi di BSI mulai bergeser dari offline ke online. Di mana, sekitar 95 persen transaksi dilakukan melalui e-channel dan hanya 5 persen melalui cabang.

Masa depan bank digital syariah makin menarik dengan hadirnya PT Bank Aladin Syariah Tbk atau Bank Aladin. Bank syariah tersebut merupakan bank murni digital pertama nasional. Model bisnis digital tersebut berpeluang menggaet 77% penduduk yang masih merasakan akses terbatas dari perbankan syariah, di kawasan terpencil Indonesia.

Betapa pentingnya ekosistem digital, maka Bank Aladin telah menggandeng industri lain seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (pengelola minimarket Alfamart). Juga, menggandeng Halodoc untuk memperluas layanan telemedicine di seluruh Indonesia, terutama saat pandemi Covid-19. Kerja sama tersebut bertujuan untuk memperkuat penetrasi jangkauan nasabah secara digital hingga wilayah terpencil Indonesia.

Semakin banyaknya bank digital syariah di Indonesia, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah. Dikarenakan, masyarakat perkotaan hingga kawasan terpencil bisa menikmati layanan perbankan syariah secara mudah dengan berbagai keuntungan. Dengan demikian, masa depan bank digital syariah akan mengalami perkembangan pesat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image