Sabtu 04 Dec 2021 18:30 WIB

Makanan Olahan Naikkan Risiko Serangan Jantung-Strok

Konsumsi makanna olahan berbahaya bagi pengidap penyakit kardiovaskular.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi makanan kemasan. Konsumsi makanan olahan berlebihan berbahaya untuk orang dengan penyakit kardiovaskular karena bisa tingkatkan risiko serangan jantung kedua dan strok.
Foto: Flickr
Ilustrasi makanan kemasan. Konsumsi makanan olahan berlebihan berbahaya untuk orang dengan penyakit kardiovaskular karena bisa tingkatkan risiko serangan jantung kedua dan strok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Individu yang mengidap penyakit kardiovaskular disarankan menghindari konsumsi makanan olahan. Pasalnya, menyantap makanan olahan dalam jumlah berlebihan bisa meningkatkan risiko serangan jantung kedua atau strok fatal pada kelompok tersebut.

Anjuran itu termuat dalam studi yang digagas oleh Departemen Epidemiologi dan Pencegahan di Istituto di Ricovero e Cura a Carattere Scientifico Neuromed, Pozzilli, Italia. Temuan telah diterbitkan di European Heart Journal dari European Society of Cardiology.

Baca Juga

Riset mengeksplorasi efek konsumsi makanan olahan pada orang dengan penyakit kardiovaskular. Selain menyebabkan risiko serangan jantung kedua atau strok fatal pada pengidap kardiovaskular, mengonsumsi makanan olahan juga mendatangkan risiko bagi individu yang menjalani diet Mediterania.

Studi meninjau data dari 1.171 orang yang berpartisipasi dalam riset epidemiologi Moli-sani selama periode 10 tahun. Semua peserta sudah memiliki penyakit kardiovaskular pada saat penelitian dimulai.

Para peneliti memusatkan perhatian pada konsumsi makanan olahan berlebihan yang sebagian atau seluruhnya dibuat dengan zat tertentu. Misalnya, protein terhidrolisis yang mengandung berbagai aditif seperti pewarna, pengawet, antioksidan, penambah rasa, dan pemanis.

Makanan olahan yang dimaksud termasuk minuman manis dan berkarbonasi, makanan kemasan, produk olesan, sereal, biskuit, dan yoghurt buah. Pengklasifikasiannya menggunakan sistem NOVA yang menilai makanan menurut tingkat pemrosesan, bukan dari nilai gizinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement