Senin 06 Dec 2021 22:36 WIB

Komnas Perempuan: Kekerasan dalam Pacaran Terbesar Ketiga

Kasus kekerasan dalam pacaran sering berakhir dengan kebuntuan di proses hukum.

Red: Ani Nursalikah
Komnas Perempuan: Kekerasan dalam Pacaran Terbesar Ketiga. Peserta aksi menyalakan lilin di dekat foto almarhumah Novia Widyasari saat aksi keprihatinan di Monumen Patung Bung Karno di Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (6/12/2021) malam. Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dari Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) tersebut guna mendesak penanganan kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Novia Widyasari dan mahasiswi Universitas Sriwijaya, dan meminta kepolisian untuk ikut aktif dalam penanganan kasus pelecehan seksual di dalam kampus.
Foto: ANTARA/Irfan Anshori
Komnas Perempuan: Kekerasan dalam Pacaran Terbesar Ketiga. Peserta aksi menyalakan lilin di dekat foto almarhumah Novia Widyasari saat aksi keprihatinan di Monumen Patung Bung Karno di Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (6/12/2021) malam. Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dari Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) tersebut guna mendesak penanganan kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Novia Widyasari dan mahasiswi Universitas Sriwijaya, dan meminta kepolisian untuk ikut aktif dalam penanganan kasus pelecehan seksual di dalam kampus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, kekerasan dalam pacaran adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat yang ketiga terbanyak dilaporkan.

"Pada kurun 2015-2020, tercatat 11.975 kasus yang dilaporkan oleh berbagai pengada layanan di hampir 34 provinsi, sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat," kata Siti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/12).

Baca Juga

Ia menyebut, dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan. Namun, kasus kekerasan dalam pacaran sering berakhir dengan kebuntuan di proses hukum.

"Latar belakang hubungan pacaran kerap menyebabkan peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban dianggap sebagai peristiwa suka sama suka. Dalam konteks pemaksaan aborsi, justru korban yang dikriminalkan sementara pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum," tuturnya.

Aminah mengatakan, NWR, korban kekerasan seksual di Mojokerto, terjebak dalam siklus kekerasan dalam pacaran yang menyebabkannya terpapar pada tindak eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi. "Dia korban kekerasan yang bertumpuk dan berulang-ulang dalam hampir dua tahun sejak 2019," katanya.

Selain berdampak pada kesehatan fisik, NWR juga mengalami gangguan kejiwaan karena merasa tidak berdaya, dicampakkan, disia-siakan, berkeinginan menyakiti diri sendiri dan didiagnosa obsessive compulsive disorder (OCD) serta gangguan psikosomatik lainnya. Seorang mahasiswi berinisial NWR (23 tahun) menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan kekasihnya, seorang oknum polisi berinisial RB.

NWR mengalami depresi atas jalinan hubungannya dengan RB. NWR diduga meminum racun jenis potasium dan akhirnya meninggal dunia di dekat makam ayahnya di Mojokerto, Jawa Timur pada 2 Desember 2021.

NWR menjalin hubungan dengan Bripda RB yang bertugas di Polres Pasuruan itu sejak 2019. Kepolisian telah menindak tegas Bripda RB melalui pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Selain itu, oknum tersebut juga akan diproses pidana sesuai pelanggaran yang dilakukannya. Kasus NWR ini menyedot perhatian warganet dan sempat menjadi trending topic di media sosial Twitter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement