Ahad 12 Dec 2021 12:38 WIB

YLKI Sayangkan Pembatalan Larangan Minyak Goreng Curah

YLKI mempertanyakan konsistensi pemerintah menerapkan kebijakan minyak goreng.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ilham Tirta
Minyak goreng curah (ilustrasi).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Minyak goreng curah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan langkah pemerintah yang membatalkan larangan peredaran minyak goreng curah tahun depan. YLKI menilai, larangan tersebut sejatinya dapat melindungi konsumen dari produk minyak goreng bekas yang tercemar.

"Dari sisi konsumen, ini sangat disayangkan karena minyak dalam kemasan itu bebas cemaran dan terjamin kualitasnya. Pemerintah juga lebih mudah mengawasinya," kata Sekretaris Pengurus YLKI, Agus Suyatno kepada Republika.co.id, Ahad (12/12).

Baca Juga

Larangan minyak goreng curah mulanya bakal diterapkan pada 2020 lalu yang direncanakan sejak 2019, namun dibatalkan. Kali ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membatalkan rencana tersebut yang sedianya bakal mulai berlaku sejak 1 Januari 2022.

YLKI mempertanyakan konsistensi pemerintah untuk menerapkan kebijakan tersebut. Agus mengatakan, kebijakan larangan minyak goreng curah yang dibatalkan hingga dua kali memunculkan dugaan adanya tekanan dari para produsen minyak goreng curah.

"Pemerintah ini bagaimana? Kok membuat kebijakan tapi belum dilaksanakan sudah dibatalkan," kata dia.

Kementerian Perdagangan berdalih membatalkan kebijakan tersebut karena memperhitungkan UMKM dan masyarakat kecil yang masih membutuhkan minyak goreng curah. Menurut Agus, hal itu bisa diatasi dengan penyediaan minyak goreng kemasan dengan volume kemasan 1 liter. Sebab, kata Agus, yang menjadi salah satu kendala yakni minyak goreng kemasan saat ini dijual dengan volume di atas 1 liter.

YLKI juga menyarankan pemerintah tetap memberlakukan larangan minyak goreng kemasan secara bertahap. "Memang sebaiknya ini dilaksanakan dengan catatan secara bertahap. Grand design harus jelas, sehingga setahap demi setahap. Saat ini grand design larangan minyak goreng tidak jelas, jadi peraturan berubah-ubah," ujar dia.

Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim menjelaskan, untuk saat ini, pemerintah akan lebih mengedepankan pendekatan melalui edukasi masyarakat agar beralih kepada minyak goreng dalam kemasan. Itu mengingat penggunaan minyak goreng kemasan lebih memenuhi syarat kesehatan dan dari sisi harga lebih stabil dibandingkan minyak goreng curah.

Dirinya pun menegaskan, pencabutan kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global yang mendorong naik harga minyak goreng dalam negeri. Saat ini, tengah terjadi kondisi supercycle yang memicu naiknya harga-harga komoditi barang kebutuhan pokok dikarenakan peningkatan permintaan yang tidak dibarengi dengan suplai yang mencukupi.

Salah satu komoditi yang terdampak dari kondisi ini adalah minyak goreng, dimana bahan bakunya berasal dari CPO yang harganya saat ini mengalami kenaikan. Harga CPO internasional saat ini terpantau sekitar 1.305 dolar AS per ton atau naik 27,17 per dibandingkan harga pada awal tahun 2021. Kenaikan harga ini memicu naiknya harga minyak goreng dalam negeri ke angka Rp 19.500 per liter untuk minyak goreng kemasan dan Rp 17.600 per liter untuk minyak goreng curah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement