Rabu 15 Dec 2021 14:50 WIB

Ini Alasan PAN Setuju Presidential Threshold 0 Persen

PAN dukung presidential threshold 0 persen agar muncul banyak calon pemimpin.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, mengatakan partainya mendukung presidential threshold 0 persen.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, mengatakan partainya mendukung presidential threshold 0 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, mengatakan partainya mendukung usulan sejumlah pihak yang mendorong agar ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 0 persen. PAN menilai jika presidential threshold 0 persen diberlakukan, maka akan banyak memunculkan tunas-tunas baru bagi kepemimpinan bangsa dan negara, sebab sudah tidak ada lagi pembatasan dalam pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik.

"Menghilangkan kesan dan persepsi negatif kepada partai politik yang dianggap sebagai pembajak sistem demokrasi Pancasila dan menjadi akar kepemimpinan oligarkis sebagai virus bagi kesehatan demokrasi," kata Viva kepada wartawan, Rabu (15/12).

Baca Juga

Viva meyakini meski presidential threshold 0 persen, tidak seluruh partai politik akan menyalonkan kadernya di Pilpres. Hal tersebut mengingat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti logistik, elektabilitas, struktur dan organisasi kampanye, dan lainnya.

Selain itu, presidential threshold 0 persen juga menghilangkan potensi konflik akibat pasangan calon (paslon) yang hanya dua pasangan calon. Jika paslon lebih dari tiga, maka potensi konflik relatif rendah. "Jika akan diterapkan di pemilu 2024, maka UU nomor 7 tahun 2021 harus di revisi. Di tahun 2021 UU Nomor 7/ 2017 sudah dikeluarkan di program legislasi nasional (Prolegnas)," ujarnya.

PAN mengapresiasi adanya judicial review terhadap presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan sejumlah pihak. Menurutnya adanya gugatan ke MK menjadi bukti bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia berjalan dalam koridor demokrasi konstitusional. 

"Fungsi cabang-cabang kekuasaan dalam implementasi Trias Politica di Indonesia relatif berjalan dengan baik. Hal ini juga menandakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Hukum sebagai panglima dalam kehidupan kenegaraan, bukan politik ataupun ekonomi," jelasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement