Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Plus dan Minus Studi Doktoral di Pedesaan Hongaria

Eduaksi | Sunday, 19 Dec 2021, 12:33 WIB

Setiap tahun Pemerintah Hongaria memberikan beasiswa Stipendium Hungaricum kepada pelajar di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia yang mendapatkan kuota 100 pelajar setiap tahunnya. Kuota dimaksud dibagi menjadi 50 doktoral, 40 magister dan 10 sarjana. Bagi pemburu beasiswa luar negeri, ini adalah salah satu peluang tebaik yang wajib dijadikan pilihan. Dalam tulisan ini, saya menulis tentang pengalaman pribadi menjalani studi doktoral di Universitas Miskolc sebagai penerima beasiswa Stipendium Hungaricum tahun 2021.

Saya awali maksud kata “pedesaan” dalam judul tulisan ini agar dapat dipahami dengan baik oleh pembaca. Kampus saya terletak di kota Miskolc yang merupakan ibukota kabupaten (county) Borsod-Abaúj-Zemplén dan kota utama di sebelah utara Hongaria. Luas wilayah Miskolc adalah 236.68 km2 dengan jumlah penduduk 152.901 jiwa tahun 2020. Jarak Miskolc dengan Budapest, ibukota Hongaria adalah 146 kilometer. Dengan daerah cukup luas dan penduduk sedikit (jika dibandingkan dengan Indonesia), suasana sepi dan sunyi terlihat dalam keseharian kota ini. Lebih lagi, kota ini terkenal dengan wisata alam seperti Lillafüred, Miskolctapolca, Avas, Diósgyőr dan Bükk Mountains. Pusat kota disebut Belváros juga menarik karena memiliki Városház tér dan Erzsébet tér yang melestarikan gaya kota abad ke-19. Beberapa gereja indah dan bersejarah pun ada di kota ini seperti Holy Trinity Greek Orthodox Church, Gothic Protestant Church of Avas, Wooden Church dan Mindszent Church. Pusat perbelanjaan dan perkantoran cukup banyak di pusat kota maupun kawasan pemukiman. Kota ini hijau, sejuk dan bersih dengan keunggulan fasilitas transportasi umum yang terintegrasi serta tidak ada kemacetan jalan raya. Menurut pengamatan saya dan informasi dari warga kampus, populasi lansia lebih banyak dibandingkan dengan usia produktif karena banyak pemuda pemudi yang bekerja di ibukota atau beberapa negara Eropa. Sehingga ciri khas pedesaan melekat pada kota ini dengan segala keunggulan dan kekurangannya.

Selanjutnya saya ingin mendeskripsikan plus dan minus tinggal di Miskolc sebagai mahasiswa internasional dengan suasana pedesaannya. Namun sekali lagi, jangan bayangkan pedesaan ala Indonesia yang susah sinyal internet atau akses kendaraan umum, tapi lebih kepada suasana wilayah yang hijau, sunyi dan jauh dari hiruk pikuk ibukota. Berikut ini adalah keunggulan yang menarik untuk diketahui.

1. Fokus belajar dan penelitian

Daerah yang sejuk, sunyi dan hijau sangat cocok bagi orang yang ingin fokus studi serta menyelesaikan riset doktoral. Apalagi posisi Universitas Miskolc, satu-satunya kampus di kota ini, terletak agak jauh dari pusat kota, sehingga suasana kampus terlihat tenang dan damai. Menariknya, semua gedung perkuliahan terpusat di Egyetemváros (University town) dilengkapi dengan perpustakaan, laboratorium, sarana olahraga, kantin, enam asrama dan satu uni-hotel sebagai tempat tinggal mahasiswa. Oleh sebab itu, aktifitas semua sivitas akademika terpusat pada satu lokasi. Saya menemukan beberapa kampus di Hongaria memiliki beberapa gedung fakultas yang terpisah-pisah lokasinya dalam satu atau dua kota. Bagi mahasiswa doktoral, umumnya, disediakan ruang kantor sebagai tempat bekerja dan menulis karya ilmiah dilengkapi laboratorium bagi jurusan sains dan teknologi. Bagi saya mahasiswa jurusan hukum, fakultas menyediakan ruang kerja bersama dengan empat mahasiswa Ph.D. sesama jurusan program Stipendium Hungaricum. Setiap jam kerja saya bisa masuk dan keluar kapan saja karena diberikan kunci masing-masing. Jadi tidak perlu duduk di selasar gedung atau kafe jika menunggu jadwal kuliah atau bertemu pembimbing. Bahkan ruangan dapat saya gunakan untuk shalat fardhu sebagai seorang muslim tanpa ada halangan apapun. Jika ingin makan siang agar berhemat, dengan mudah saya dapat pulang ke asrama dengan jalan kaki beberapa ratus meter saja. Tanpa dukungan sepiring nasi, makan siang terasa kurang memuaskan dan mengenyangkan.

2. Harga sewa apartemen yang murah

Setelah empat bulan tinggal di asrama, saya memutuskan tinggal di apartemen karena istri dan anak akan datang menemani selama masa studi. Berdasarkan testimoni kawan-kawan yang tinggal di Budapest, harga sewa apartemen di Miskolc jauh lebih murah. Hal ini menyenangkan karena uang saku dan akomodasi penerima beasiswa berjumlah 140.000+40.000 forint yang dapat dikatakan jauh dari kemewahan. Saya mendapatkan apartemen berjarak 1,8 kilometer dari kampus dengan harga 80.000 forint diluar biaya rutin seperti listrik, air dan internet. Selengkapnya kisah pencarian apartemen dapat dibaca disini https://retizen.republika.co.id/posts/18968/mencari-apartemen-di-kota-miskolc-hongaria.

3. Jalan raya anti macet

Jumlah penduduk yang sedikit tentunya berpengaruh terhadap penggunaan jalan raya di kota Miskolc. Saya jarang sekali menemukan kemacetan di jalan raya pusat kota apalagi di pinggiran kota. Banyak warga lokal yang memiliki kendaraan pribadi seperti mobil, tetapi ruas jalan masih cukup luas jika dibandingkan dengan jumlah kepemilikan mobil penduduk kota. Terlebih lagi, fasiltas transportasi publik seperti bus dan tram menyasar pusat kota hingga pemukiman penduduk. Saya pun sering mengalami duduk sendirian atau hanya ada beberapa orang di bus di jam tidak sibuk (bukan jam berangkat atau pulang kerja/sekolah).

4. Suasana alam yang menyenangkan

Dengan keindahan alam yang dimiliki, Miskolc memenuhi syarat sebagai tempat tinggal yang menyenangkan bagi yang menyukai suasana hijau, asri dan sejuk. Terdekat dengan kampus, saya dapat mengunjungi Miskoltapolca yang memiliki taman, danau, area permainan dan kolam pemandian air panas dalam gua (cave bath). Tempat wisata ini cocok bagi anak-anak dan orang dewasa. Lalu agak jauh dari kampus ada Lillafüred yang memiliki Palotaszálló (hotel bergaya kastil yang dibangun tahun 1927-1930), danau Hámori, kereta tua di rute perbukitan, air terjun dan gua (Anna Cave, István Cave dan Szeleta Cave). Saya perlu naik tram dari Centrum ke lokasi ini dan melewati kastil Diósgyőr dan stadion DVTK lalu melanjutkan dengan bus. Tak kalah menarik adalah Bükk Mountains bagi pecinta wisata alam dan hiking yang menantang.

Selain menjelaskan keunggulan, saya tak lupa tuliskan berikut ini adalah kekurangan yang perlu diperhatikan.

1. WNI sangat sedikit

Tahun 2021, hanya ada delapan warga negara Indonesia yang terdiri atas tiga mahasiswa doktoral, dua mahasiswa magister, satu mahasiswa magister Erasmus dari kampus Polandia, dan dua anggota keluarga mahasiswa yang bermukim di Miskolc. Dengan jumlah penduduk yang tidak mencapai dua digit, tentunya terasa sangat sedikit. Dalam silaturahmi sesama WNI, agenda utama umumnnya jalan-jalan atau sekedar berkumpul sambil makan bersama. Dengan jumlah sedikit, semuanya saling mengenal dan saling membantu. Meskipun kadang terasa rindu suasana tanah air karena saya lebih sering bertemu warga asing dibandingkan dengan rekan senegara di kampus.

2. Makanan Indonesia tidak ditemukan

Jangan pernah mencari tempe, tahu, kecap, saos sambal, bakso, kerupuk dan Indomie di Miskolc karena tidak tersedia di toko atau supermarket. Bagi saya dan kawan-kawan harus berbelanja ke Budapest untuk membeli barang-barang tersebut. Prinsipnya stok barang seperti itu dianggap harta karun yang berharga sebagai pengobat rindu kuliner tanah airi. Saya bersyukur masih ada beras sehingga karbohidrat pokok terpenuhi. Selebihnya belanja daging, sayuran dan buah untuk melengkapi menu masakan harian. Cerita selengkapnya tentang bagaimana pengalaman saya mencari daging halal ada disini https://retizen.republika.co.id/posts/15355/berburu-daging-halal-di-kota-miskolc-hongaria.

3. Tantangan ibadah bagi muslim

Universitas Miskolc tidak menyediakan sarana ibadah bagi mahasiswa, baik gereja, sinagog atau masjid. Bagi pelajar muslim harus mengunjungi Islamic Center di Huba utca yang berjarak sekitar 6 kilometer dari kampus untuk melaksanakan shalat Jumat. Berdasarkan informasi dari kawan-kawan muslim, tempat shalat Jumat itu adalah rumah penduduk yang digunakan sebagai masjid dan hanya digunakan pada hari Jumat. Perjalanan kesana dapat ditempuh dengan satu kali naik bus dari kampus dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Khutbah Jumat disampaikan dengan bahasa Arab oleh imam berasal dari Sudan. Kaum perempuan dapat hadir karena disediakan ruang khusus di lantai dua pada saat pelaksanaan shalat Jumat berlangsung. Saya beberapa kali bertemu dengan kawan yang membawa anak dan istrinya shalat Jumat. Tak hanya shalat, Islamic center juga menyediakan daging ayam dan daging kalkun yang disembelih oleh imam atau pengurus masjid. Faktanya beberapa mahasiswa muslim enggan membeli daging ayam atau kalkun di pasar atau supermarket karena kekhawatiran terkait penyembelihannya.

4. Tidak banyak warga berbahasa Inggris

Saya menyadari bahwa bahasa Inggris bukan merupakan bahasa utama seluruh penduduk negara Eropa, termasuk Hongaria yang memiliki bahasa nasional sendiri. Saya menemukan jarang warga lokal yang mampu berbahasa Inggris. Misalnya, pemilik apartemen yang saya sewa. Saya gunakan Google translate jika berkomunikasi dengannya melalui aplikasi Messenger. Begitu pula ketika mengurus dokumen di kantor pemerintah dan perusahaan asuransi, saya membutuhkan mentor Hongaria sebagai penerjemah demi kelancaran komunikasi. Saya pun sering menemukan warga lokal yang tidak dapat berbahasa Inggris, khususnya orang lanjut usia. Saya mendapatkan cerita dari seorang professor bahwa di masa tahun 1949 hingga 1989, Hongaria dikuasai oleh pemerintahan komunis yang didukung oleh Uni Soviet. Pada masa itu, pelajar diwajibkan belajar bahasa Rusia sehingga maklum generasi tua tidak mengerti bahasa Inggris. Para pelajar diperkenalkan bahasa Inggris di sekolah mulai tahun 1990an. Namun, banyak kampus memberikan pilihan bahasa Jerman kepada mahasiswa karena peluang kerja di negara tetangga yakni Jerman dan Austria. Lebih lanjut lagi, kecintaan dan kebanggaan masyarakat Hongaria atas bahasa nasionalnya sangat tinggi yang dibuktikan dengan tingkat literasi dan produk karya tulis yang berlimpah. Jadi persoalan bahasa adalah umum terjadi, meskipun ibukota lebih banyak penutur bahasa Inggris karena banyak ekspatriat dan diplomat yang bermukim disana.

Demikian cerita tentang plus minus bermukim dan belajar di daerah pedesaan Hongaria. Bahagia atau tidak tergantung kepada suasana batin pribadi masing-masing. Bagi saya sendiri, Miskolc adalah tempat yang nyaman dan menyenangkan. Beberapa kekurangan yang ada tidak mengurangi semangat belajar karena saya berpikir disini hanya sementara waktu. Suatu saat saya akan kembali mengabdikan diri ke tanah air dan bertemu kembali dengan suasana Indonesia yang membahagiakan bersama keluarga.

Hidayatulloh, mahasiswa S3 University of Miskolc, penerima beasiswa Stipendium Hungaricum dan pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image