Selasa 21 Dec 2021 20:58 WIB

Respons Anies, Kemenaker: Penetapan Upah tak Sesuai Ketentuan Timbulkan Polemik

Kemenaker siap memediasi pihak yang berselisih terkait UMP DKI Jakarta.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/22). Belakangan, Anies merivisi kenaikan UMP DKI Jakarta yang kemudian memicu kecaman dari Apindo.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/22). Belakangan, Anies merivisi kenaikan UMP DKI Jakarta yang kemudian memicu kecaman dari Apindo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali bersuara terkait keputusan Gubernur Anies Baswedan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 yang tak sesuai ketentuan pemerintah pusat. Kemenaker menyebut, tindakan Anies itu menimbulkan polemik.

"Penetapan upah yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku akan menimbulkan polemik di masyarakat, seperti yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta," kata Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap dalam siaran persnya, Selasa (21/12).

Baca Juga

Chairul menyebut, pihaknya siap memediasi pihak-pihak yang berselisih terkait penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2022. Untuk diketahui, kelompok buruh dan pengusaha bersitegang akhir-akhir ini terkait keputusan Anies menaikkan UMP 2022 sebesar 5,1 persen.

"Kemenaker siap hadir untuk memfasilitasi jika ada perbedaan pandangan termasuk kenaikan upah minimum di DKI, karena unsur pembinaannya yang kita kedepankan," ujar Chairul.

Chairul menjelaskan, keputusan Anies menaikkan UMP 2022 menimbulkan polemik karena tak mengikuti ketentuan yang dibuat pemerintah pusat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. "Sikap kita adalah penetapan Upah Minimum (UM) harus tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," katanya.

Jika mengacu pada formula dalam PP 36, UMP DKI 2022 seharusnya hanya naik 0,85 persen. Awalnya, Anies telah menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar 0,85 persen atau Rp 37.748 saja. Tapi, Anies akhirnya memenuhi janjinya kepada kelompok buruh dengan merevisi besaran kenaikan UMP 2022 menjadi 5,1 persen atau Rp 225.667. Dengan demikian, UMP DKI 2022 menjadi Rp 4.641.854.

Menurut Chairul, formula penetapan upah dalam PP 36 Tahun 2021 sudah berdasarkan kesepakatan unsur pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Oleh karenanya, penetapan besaran upah di luar ketentuan bakal menimbulkan polemik.

"Upah itu memang hak pekerja, tapi juga harus diingat dan disesuaikan dengan kemampuan pengusaha," kata Chairul.

Chairul menambahkan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait hal ini. Pihaknya berkoordinasi dalam rangka pembinaan dan pengawasan kebijakan.

Dalam wawancaranya dengan Republika, Senin (21/12), Chairul mengatakan bahwa koordinasi dilakukan untuk membicarakan sanksi atas pembangkangan Anies terhadap ketentuan pemerintah pusat. Sebab, penetapan UMP adalah program strategis nasional.

 

Sanksi untuk Anies, kata dia, akan dijatuhkan oleh Kemendagri sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut menyatakan bahwa gubernur yang tak menjalankan program strategis nasional dapat dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen.

Sebelumnya, kelompok buruh dan pengusaha saling melempar ancaman terkait keputusan Anies tersebut. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengancam bakal menggugat Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika tak membatalkan kenaikan UMP 5,1 persen.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) lantas mengancam balik Apindo. Jika Apindo benar menggugat Anies, maka massa buruh akan menggelar aksi turun ke jalan secara masif.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, juga menyoroti revisi UMP DKI Jakarta dari 0,85 persen (Rp 38 ribu) menjadi 5,1 persen (Rp 225 ribu). Menurut Gembong, jika melakukan revisi, seharusnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memiliki dasar yang kuat, alih-alih dari perubahan sepihak.

“Saya kemarin itu telepon Dinas Tenaga Kerja, malah akan ada revisi lagi. Jadi tidak ada kepastian hukum. Jadi saya pikir Anies ini mau menciptakan kegaduhan terhadap rakyatnya,” kata Gembong.

Dia menambahkan, langkah yang dilakukan Anies, berpotensi menciptakan suasana tidak kondusif antara pengusaha dengan buruh. Meskipun, kata dia, hal itu tetap didukung para pengusaha yang bisa mengikuti revisi dari perubahan UMP 2022.

“Tapi bagaimana dengan pengusaha yang tidak mampu? Kan dasar Pergub ini kan buat semua tenaga kerja,” tutur dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengajak para pengusaha yang protes soal revisi UMP DKI Jakarta untuk berdiskusi. Menurut dia, jika ada keberatan atau ancaman para pengusaha menggugat ke PTUN, akan lebih baik disampaikan terlebih dahulu pada Pemprov DKI Jakarta.

“Kita bisa duduk, diskusi, dialog, pengusaha kan ingin juga usahanya maju dan sukses,” kata Riza saat ditemui di Balai Kota DKI, Selasa (21/12).

Riza menambahkan, keadilan perlu diutamakan demi kepentingan semua pihak. Termasuk, kata dia, juga mementingkan kesejahteraan buruh.

“Buruh tidak bisa tanpa pengusaha, semua ini harus bersinergi, bekerjasama, begitu juga pemerintah butuh kerjasama semua pihak,” katanya.

photo
Ilustrasi Bantuan Subsidi Upah - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement