Senin 27 Dec 2021 14:57 WIB

Buntut Demo Buruh Masuk Ruang Kerja Gubernur, Enam Orang Jadi Tersangka

Gubernur Banten membuka peluang untuk diselesaikan secara damai.

Rep: eva rianti/ Red: Hiru Muhammad
Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga (tengah) menerangkan pengungkapan kasus aksi demonstrasi buruh menuntut UMP Provinsi Banten 2022 yang menerobos ke ruang kerja Gubernur Banten, dalam konferensi pers di Mapolda Banten, Senin (27/12).
Foto: Humas Polda Banten
Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga (tengah) menerangkan pengungkapan kasus aksi demonstrasi buruh menuntut UMP Provinsi Banten 2022 yang menerobos ke ruang kerja Gubernur Banten, dalam konferensi pers di Mapolda Banten, Senin (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG--Polisi menetapkan enam orang tersangka, buntut aksi domonstrasi buruh menuntut revisi upah minimum provinsi (UMP) Provinsi Banten yang menerobos ke ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim pada Rabu (22/12) lalu. Para pelaku terbukti melakukan pelanggaran berupa pengrusakan barang serta menghina kekuasaan. 

"Penyidik Ditreskrimum Polda Banten melakukan rangkaian penangkapan terhadap para pelaku sejak Sabtu (25/12) dan Minggu (26/12), yaitu AP (46) laki-laki warga Tigaraksa Tangerang, SH (33) laki-laki warga Citangkil Cilegon, SR (22) perempuan warga Cikupa Tangerang, SWP (20) perempuan warga Kresek Tangerang, OS (28) laki-laki warga Cisoka Tangerang, dan MHF (25) laki-laki warga Cikedal, Pandeglang,” ujar Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga dalam keterangannya, Senin (27/12/2021). 

Baca Juga

Shinto menjelaskan, pihaknya menerima pengaduan dari Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya Asep Abdullah Busro pada Jumat (24/12) sekira pukul 15.30 WIB. Laporan itu tercantum di dalam LP Nomor 496 tertanggal 24 Desember 2021. 

Dalam LP tersebut, persangkaan yang dilaporkan yakni Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama. Dan Pasal 207 KUHP tentang dengan sengaja di muka umum menghina suatu kekuasaan yang ada di Indonesia.

Direskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal menjelaskan, berdasarkan hasil penangkapan terhadap para tersangka, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti, mulai dari CCTV hingga sejumlah pakaian para buruh yang menerobos ke ruang kerja Gubernur Banten. "Kami mengamankan barang bukti berupa dokumen video, baik dari CCTV maupun dari sumber lainnya, anak kunci, engsel besi pintu, topi, handphone, dan beberapa baju," ujar Ade. 

Terkait pengenaan pasal, pelaku AP, SH, SR, dan SWP dijerat Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja di muka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja Gubernur, mengangkat kaki di atas meja kerja Gubernur dan tindakan tidak etis lainnya. Ancaman pidananya 18 bulan penjara. Namun terhadap keempat tersangka tersebut tidak dilakukan penahanan.

Pelaku OS dan MHF dikenai Pasal 170 KUHP. "Tersangka OS dan MHF dikenakan Pasal 170 KUHP yaitu bersama-sama melakukan pengrusakan terhadap barang yang ada di ruang kerja Gubernur Banten, dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara," jelasnya. 

Ade menambahkan, pihaknya masih melakukan pencarian terhadap enam pelaku lainnya dalam kasus tersebut. "Polda Banten sangat concern menangani LP yang disampaikan Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya dan permasalahan ini adalah masalah penegakan hukum untuk pelaku yang masih dalam pencarian untuk datang langsung ke ditreskrimum Polda Banten," tuturnya. 

Kuasa Hukum Gubernur Banten, Asep Abdullah Busro dari ABP Law Firm menyampaikan, dalam kasus tersebut, Gubernur Banten membuka peluang untuk diselesaikan secara damai. "Gubernur Banten membuka peluang untuk restorative justice, yaitu penyelesaian jalan damai namun semua ketentuan diserahkan sepenuhnya kepada penyidik Ditreskrimum Polda Banten,” ujar Asep. 

Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim menyayangkan tindakan anarkisme yang dilakukan para buruh saat melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) pada Rabu (22/12). Dia menilai aksi tersebut bisa menjadi preseden buruk ketika gubernur, bupati, dan wali kota dalam mengambil keputusan. 

"Saya sangat menyesalkan tindakan anarkisme dan ketidaksantunan dari buruh," kata dia. Wahidin meminta agar polisi bertindak tegas terhadap para pendemo yang telah berbuat anarkis dan merusak fasilitas pemerintah.

Dia mengungkapkan tuntutan para buruh yang meminta untuk merevisi upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebesar 5,4 persen, tidak akan mengubahnya karena hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tentang pengupahan.

"Penetapan UMP dan UMK sudah sesuai ketentuan dan aturan yang tertuang dalam undang-undang nomor 11 tahun 2021 dan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan" kata Wahidin. 

Di sisi lain, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, Ahmad Supriadi menghormati sikap Gubernur Banten Wahidin Halim terkait keinginan untuk memproses secara hukum atas kerusuhan aksi demo buruh pada Rabu (22/12).

Namun, Ahmad mengatakan, pihaknya sebagai buruh dan juga menjadi salah satu masyarakat dari Pemerintah Provinsi Banten mengharapkan agar sikap Wahidin Halim itu untuk mengedepankan dialog dan aspek-aspek kemanusiaannya sebagai pemimpin kepala daerah."Karena aksi yang kemarin hingga terjadi seperti itu, adalah sebagai bentuk kekecewaan buruh kepada Gubernur yang membuat pernyataan-pernyataan menyakitkan dengan meminta pengusaha mengganti buruh yang tidak mau menerima kenaikan upah Rp 2,5 juta," tuturnya.

Menurut Ahmad, sikap yang telah disampaikan oleh Wahidin Halim tersebut sudah sangat mencederai hati para buruh dan hal itu juga tidak sepantasnya diucapkan oleh pemimpin kepala daerah.

Menurut dia, seharusnya pemerintah harus menyampaikan dan melayani aspirasi-aspirasi keinginan masyarakat.  Kemudian, terkait tuntutan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) itu, juga menyikapi perkembangan di DKI Jakarta, di mana Gubernurnya merevisi upah minimum tersebut dengan harapan Banten akan mengikutinya.

"Tetapi ternyata, Gubernur Banten masih tetap bersikukuh mempertahankan SK sebelumnya untuk tidak ada kenaikan UMK. Dan tentu kita tidak akan menerima itu, kami sangat kecewa," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement