Senin 27 Dec 2021 19:36 WIB

Kepercayaan Terhadap KPK di Era Firli Bahuri Dinilai Merosot Tajam, Ini Data Pendukungnya

Kemerosotan kepercayaan publik terhadap KPK ditunjukkan semakin menurunnya penindakan

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
KPK dinilai telah kehilangan kepercayaan publik di dua tahun kepemimpinan Firli Bahuri. Foto: Ketua KPK Firli Bahuri.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
KPK dinilai telah kehilangan kepercayaan publik di dua tahun kepemimpinan Firli Bahuri. Foto: Ketua KPK Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK dinilai telah kehilangan kepercayaan publik di dua tahun kepemimpinan Firli Bahuri. Hal itu dibuktikan dengan degradasi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Transparency International serta terus menurunnya kepuasan publik akan kinerja KPK di beberapa survei teranyar.

"Pemberantasan korupsi semakin berada di titik nadir," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana di Jakarta, Senin (27/12).

Baca Juga

Menurutnya, segala narasi penguatan yang kerap disampaikan oleh pemerintah dan DPR berkenaan dengan pemberantasan korupsi terbukti hanya ilusi semata. Dia berpendapat, regulasi kian memangkas kewenangan KPK ditambah pemilihan komisioner lembaga antirasuah yang penuh permasalahan menjadi sumber persoalan.

Dia mengatakan, para pimpinan KPK juga lebih sering memperlihatkan kontroversi ke masyarakat dibanding prestasi. Kontroversi dimulai dari rentetan pelanggaran etik, kepemimpinan yang dipenuhi dengan gimmick politik hingga pemberhentian puluhan pegawai KPK karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Kurnia melanjutkan, keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga tidak berfungsi secara efektif untuk mengawasi serta mengevaluasi kinerja pegawai maupun komisioner lembaga antikorupsi tersebut. Bahkan, sambung dia, kewenangan menegakkan kode etik juga gagal diperlihatkan oleh Dewas berdasarkan sejumlah putusan etik selama ini.

"Dua sektor kunci yang menjadi tugas pokok KPK seperti penindakan dan pencegahan semakin menjauh dari harapan masyarakat," katanya.

Kemerosotan kepercayaan publik terhadap KPK ditunjukkan dari semakin menurunnya penindakan yang dilakukan KPK. Berdasarkan catatan ICW, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terbanyak pada 2018 lalu, yakni 30 operasi senyap. Setelahnya OTT hanya dilakukan 21 kali pada 2019. Jumat tersebut turun relatif signifikan sejak Firli Bahuri menjabat sebagai ketua KPK. Pada 2020, KPK hanya melakukan tujuh operasi senyap dan pada 2021 hanya enam kali OTT.

Kurnia mengatakan, menurunnya jumlah penindakan diikuti dengan kualitas yang buruk dalam penanganan perkara-perkara besar menjadikan KPK kehilangan arah untuk memaksimalkan penegakan hukum. Dia melanjutkan, dari sisi pencegahan, konstruksi besar agenda tersebut tidak berjalan dan menuai banyak kritik.

"Maka dari itu, tidak salah jika kemudian masyarakat menuding komisioner KPK gagal mengemban amanah untuk membangun strategi pemberantasan korupsi yang efektif," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, hasil penilaian kinerja KPK akan menjadi evaluasi. Dia mengatakan, setiap penilaian kinerja akan menjadi penyemangat bagi KPK untuk bekerja lebih baik lagi. "Sekaligus tentu kerja KPK bukan didasarkan hasil survei dimaksud," kata Ali Fikri yang merupakan juru bicara KPK bidang penindakan.

Dia mengatakan, KPK memiliki tugas pokok dan fungsi yang diatur dalam Undang-Undang dari mulai pencegahan hingga eksekusi putusan pengadilan. Dia berkilah bahwa setiap hasil survei akan mendapati hasil yang sama juga pemberantasan korupsi hanya dinilai dari sektor penindakan saja.

Ali mengatakan, perlawanan terhadap korupsi seharusnya tidak dipandang dari bidang penindakan semata. Dia melanjutkan, pemberantasan korupsi dimulai dari sektor pencegahan, monitoring, koordinasi, dan supervisi hingga penyelidikan, penyidikan, dan eksekusi.

"Pemberantasan korupsi bukan hanya penindakan apalagi dipersempit KPK disebut gagal kalau nggak OTT, padahal OTT hanya satu alat kecil bagaimana penindakan ini bekerja melalui penyelidikan tertutup," katanya.

Meskipun, supervisi yang dilakukan KPK juga dinilai mandek alias tidak berjalan efektif. Catatan ICW menyebutkan bahwa KPK tidak ikut menangani perkara suap yang melibatkan Djoko Tjandra.

KPK hanya melakukan gelar perkara tanpa melakukan hal krusial lainnya dalam penanganan perkara tersebut. Perkara suap yang melibatkan Djoko Tjandra diketahui juga menjerat dua orang jenderal bintang dua dari kepolisian RI.

"Tapi tentu seluruh hasil kerja KPK dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan nanti akan kami sampaikan. Jadi tidak hanya penindakan tapi koordinasi, supervisi termasuk hasil kerja lainnya," kata Ali lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement