Jumat 31 Dec 2021 07:18 WIB

Presiden PKS: Jangan Atas Nama Investasi Asing, Hak Pekerja Lokal Dikorbankan

Pemerintah perlu belajar dari RUU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta pemerintah belajar dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Agar ke depannya, pemerintah dalam menyusun rancangan undang-undang (RUU) mengedepankan kepentingan rakyat.
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta pemerintah belajar dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Agar ke depannya, pemerintah dalam menyusun rancangan undang-undang (RUU) mengedepankan kepentingan rakyat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu, meminta pemerintah belajar dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Agar ke depannya, pemerintah dalam menyusun rancangan undang-undang (RUU) mengedepankan kepentingan rakyat.

"Pemerintah dan DPR RI harus merangkul harapan rakyat. Jangan atas nama investasi asing, hak-hak para pekerja lokal justru dikorbankan. Jangan atas nama kemudahan izin berusaha, masa depan ekosistem lingkungan hidup dipertaruhkan," ujar Syaikhu dalam pidato kebangsaan akhir tahun, Kamis (30/12) malam.

Baca Juga

Sikap PKS sejalan dan seirama dengan dengan putusan MK tersebut. Mengingat secara formil, UU Cipta Kerja dipaksakan pembahasannya dan melanggar prinsip negara hukum dan menabrak nilai-nilai demokrasi. 

"Sejatinya seorang presiden, wakil presiden, dan setiap anggota parlemen dipilih dan diberi mandat oleh rakyat untuk menjadi penyambung lidah rakyat, bukan justru menjadi penyambung lidah konglomerat," ujar Syaikhu.

UU Cipta Kerja, kata Syaikhu, terburu-buru disahkan di tengah-tengah kondisi pandemi Covid-19. Menurutnya, regulasi dengan mekanisme omnibus law itu hanya dibuat untuk kepentingan sekelompok masyarakat.

Pasalnya, pemerintah tidak segan-segan menggelar karpet merah fasilitas pajak untuk para pengusaha. Pemerintah juga memberikan potongan pajak korporasi dan menghapuskan pajak dividen.

"Namun di saat yang sama, pemerintah sangat getol sekali menaikkan pajak untuk rakyatnya. Pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai, pemerintah juga memasukkan sembako, jasa pendidikan, jasa sosial dan keagamaan sebagai barang dan jasa kena pajak, yang mana ini setiap waktu akan bisa dikenakan pajak oleh pemerintah. Sungguh ironis," ujar Syaikhu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement