Senin 03 Jan 2022 22:05 WIB

Ajukan Judicial Review, Partai Ummat Minta MK Hapus PT 20 Persen

Partai Ummat diwakili oleh Refly Harun dan Denny Indrayana dalam judicial review.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Partai Ummat menggelar konferensi pers terkait rencana mengajukan judicial review Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Kantor DPP Partai Ummat, Tebet, Jakarta, Senin (3/1).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Partai Ummat menggelar konferensi pers terkait rencana mengajukan judicial review Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Kantor DPP Partai Ummat, Tebet, Jakarta, Senin (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Ummat bakal mengajukan judicial review (JR) terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Partai Ummat mendorong agar MK menghapus ketentuan PT 20 persen sebagai syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

"Partai Ummat memandang aturan ini tidak masuk akal dan tidak sehat karena ini cara tidak fair untuk menjegal calon yang potensial dan cara untuk melanggengkan kekuasaan oligarki yang dikuasai oleh para taipan. Kita perlu darah baru dan generasi baru untuk memimpin bangsa besar ini," kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi di Kantor DPP Partai Ummat, Tebet, Jakarta, Senin (3/1).

Baca Juga

Selain itu, Ridho mengungkapkan alasan lain Partai Ummat mengajukan gugatan ke MK lantaran tidak logisnya hasil Pemilu 2019 dipakai sebagai dasar pencapresan pada Pemilu 2024. Menurutnya, pemilu serentak seharusnya menggugurkan persyaratan ambang batas 20 persen.

"Pertama, dalam jangka waktu lima tahun segala sesuatu bisa berubah. Hasil pemilu 2019 sangat bisa dipertanyakan keabsahannya bila mau dipakai sebagai dasar pencapresan pada pemilu 2024. Kedua, akal sehat tidak bisa membenarkan aturan 20 persen ini karena bertentangan dengan pemilu serentak. Partai Ummat ingin mengajak kita semua berpikir yang lurus,“ ujarnya.

Selain itu, Ridho menambahkan, Indonesia sangat memerlukan calon-calon pemimpin yang potensial untuk melanjutkan estafet kepemimpinan nasional dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada kader terbaik bangsa. Menurutnya, upaya tersebut hanya bisa terjadi bila syarat ambang batas 20 persen dihapuskan menjadi nol persen.

"Partai Ummat mengajak semua anak bangsa untuk ikut meruntuhkan kuasa oligarki yang menggunakan tameng 20 persen untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara tidak fair. Ini jelas anti demokrasi yang harus kita ubah,“ tuturnya.

Ridho mengungkapkan Partai Ummat juga menunjuk Refly Harun dan Denny Indrayana sebagai penasihat hukum sekaligus pengacara. Sementara, Partai Ummat juga membentuk tim judicial review yang dikoordinir oleh Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani.

Berbicara terpisah sebelumnya, pakar hukum tata negara, Margarito memprediksi bahwa, MK bakal menolak gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau PT. Menurutnya, argumen di balik permohonan uji materi tidak komprehensif.

Menurut dia, interpretasi tentang demokrasi tidak cukup mengubah pandangan hakim MK terkait ambang batas parlemen. Dia melanjutkan, dengan begitu maka demokrasi tidak terluka karena hal tersebut.

"Maka permohonan-permohonan yang ada itu tidak bakal lolos dan diterima. Tidak bakal diterima di Mahkamah Konstitusi," kata Margarito dalam keterangan, Ahad (2/1).

Margarito menyebutkan, bahwa UUD 1945 telah menjelaskan secara gamblang ihwal pengajuan calon presiden, baik dari partai politik maupun bukan. Dia lantas mempertanyakan landasan hukum seseorang tau kelompok itu merupakan personaan dari parpol.

"Bagi saya tidak, karakter dari sifat hukumnya tidak. Tidak memungkinkan untuk menjadikan manusia-manusia individu itu sebagai persona di partainya. Saya memiliki keyakinan kuat bahwa permohonan itu bakal tidak diterima," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement