Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Masruhin Bagus

Mendidik Kejujuran dari Kejujuran Orang Tua

Curhat | Thursday, 06 Jan 2022, 05:25 WIB
image source :pixabay[dot]com

Dunia pendidikan pernah tercoreng oleh ulah ‘nakal’ sebagian orang tua. Bagaimana tidak? Untuk bisa diterima di sekolah yang diinginkan (baca: sekolah favorit), ada beberapa orang tua yang bertindak tidak terpuji dengan memalsukan sertifikat prestasi.

Dengan bekal sertifikat prestasi, berharap peluang untuk bisa diterima semakin besar. Semakin banyak sertifikat prestasi yang dikumpulkan, maka kredit poin dan peluang diterima di sekolah tersebut semakin besar.

Selain kasus di atas, ada juga kasus kecurangan yang dilakukan oleh sebagian orang tua yaitu pemalsuan Surat Keterangan Tidak Mampu alias SKTM abal-abal. Demi bisa diterima di sekolah favorit dan gratis, mereka berbondong-bondong meminta SKTM yang dikeluarkan oleh desa. Padahal faktanya, mereka adalah orang-orang kaya.

Dari dua kasus di atas, kita jadi berfikir dan merenung, sebenarnya apa yang para orang tua cari dengan melakukan kecurangan-kecurangan tersebut? Apakah orang tua sedang menyiapkan masa depan yang baik untuk anak atau justeru sebaliknya?

Apa yang dilakukan oleh sebagian orang tua di atas sesungguhnya telah mencederai salah satu aspek pendidikan yang bernama kejujuran. Anak telah mendapatkan contoh nyata berupa ketidakjujuran dari orang terdekatnya yaitu orang tua.

Anak-anak seolah-olah diajarkan bahwa melakukan kecurangan itu sah. Berbohong itu tidak apa-apa asal tidak ketahuan. Maka jangan salahkan anak, jika suatu saat anak melakukan kebohongan-kebohongan, berbuat curang, berbuat tipu-tipu dan palsu-palsu.

Setiap orang tua menginginkan masa depan anak-anaknya cerah. Anak-anak bisa hidup sukses. Maka salah satu tahapnya adalah dengan mempercayakan pendidikan anaknya di sekolah terbaik. Memasukkan anaknya di sekolah unggulan dan favorit. Tidak ada masalah, memang seharusnya orang tua memberikan pendidikan yang terbaik dan di sekolah yang terbaik.

Yang jadi masalah adalah ketika orang tua melakukan kecurangan demi memaksakan kehendak, gengsi, prestis, atau apalah. Dengan dalih, tidak apa-apa menyalahi aturan, katanya demi masa depan anak. Ini yang menurut saya tidak benar.

Dalam pendidikan Islam yang pertama ditanamkan dalam diri anak adalah keimanan atau aqidah. Dan yang kedua adalah akhlak atau adab. Bukan berapa anak dapat nilai akademiknya tetapi anak sudah bisa salat dengan benar atau belum? Buka berapa rangking anak di kelas tetapi anak sudah bisa jujur atau belum?

Kembali kita mengingat firman Allah SWT : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S. Annisa:9)

Perintah tersirat dari firman Allah di atas adalah hendaklah orang tua mendidik anak-anaknya untuk bertakwa kepada Allah SWT dan berbuat jujur. Karena dengan bertakwa dan berbuat jujur, anak-anak akan menjadi orang-orang yang sukses. Baik di dunia maupun di akhirat.

Dan warisan teladan terbaik untuk anak-anak kita adalah nilai ketakwaan dan kejujuran bukan yang lain. Teladan ketakwaan dan kejujuran itu dimulai dari orang tua.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image