Kamis 06 Jan 2022 21:06 WIB

Mayoritas Penduduk Sudah Punya Antibodi Covid-19, Vaksin Booster Tetap Perlu?

Hasil sero survei menunjukkan 86,6 persen dari populasi telah memiliki antibodi.

Red: Andri Saubani
Sejumlah warga menunggu giliran untuk menjalani vaksinasi Covid-19 di Taman Dewi Sartika, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (4/1). Pemerintah akan memulai vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksinasi booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Vaksinasi booster tersebut diberikan kepada 244 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi telah memenuhi kriteria 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah warga menunggu giliran untuk menjalani vaksinasi Covid-19 di Taman Dewi Sartika, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (4/1). Pemerintah akan memulai vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksinasi booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Vaksinasi booster tersebut diberikan kepada 244 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi telah memenuhi kriteria 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Santi Sopia, Rr Laeny Sulistyawati, Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri

Satgas Penanganan Covid-19 pada Selasa (4/1), mengumumkan hasil sero survei antibodi yang dilaksanakan di 100 kabupaten/kota. Hasilnya menunjukkan mayoritas populasi penduduk yang disurvei memiliki antibodi Covid-19.

Baca Juga

"Hasil sero survei di 100 kabupaten kota di sebagian wilayah aglomerasi maupun non-aglomerasi sepanjang bulan November sampai Desember 2021 menunjukkan mayoritas penduduk 86,6 persen populasi yang daerahnya disurvei, telah memiliki antibodi SARS-CoV 2," ujar Wiku dalam keterangan persnya, Selasa (4/1).

Wiku mengatakan, 86,6 persen populasi penduduk yang memiliki antibodi tersebut bisa karena telah terinfeksi Covid-19 atau karena telah divaksinasi Covid-19. Namun, kata Wiku, dari sero survei juga menunjukkan hasil bahwa, lebih dari 70 persen populasi yang disurvei belum pernah terdeteksi positif Covid-19 dan tervaksinasi Covid-19.

"Dan 73,2 persen populasi dari daerah yang disurvei, ternyata memiliki antibodi padahal belum pernah terdeteksi positif maupun tervaksinasi Covid-19," kata Wiku.

Sero survei adalah survei yang mengukur sejauh mana pembentukan kekebalan antibodi akibat vaksinasi maupun infeksi alamiah. Sero survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI bersama kalangan akademisi ini disebut sebelumnya akan diumumkan pada pekan keempat Desember 2021 kemudian mundur menjadi awal 2022.

Pandu Riono, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia dalam survei yang mencakup sekitar 22 ribu responden itu, mengatakan, tingkat kekebalan dapat menjelaskan mengapa belum ada lonjakan infeksi Covid-19 signifikan sejak pertengahan tahun 2021. Diketahui, gGelombang infeksi kedua di Indonesia, didorong oleh varian Delta, memuncak pada bulan Juli dan Agustus.

Menurut Pandu, antibodi dapat memberikan perlindungan terhadap varian baru, termasuk Omicron yang sangat menular. Namun dia juga menambahkan akan memakan waktu berbulan-bulan agar hal itu semakin jelas terbukti.

Pandu mengatakan survei itu tidak menafikan perlunya lebih banyak cakupan vaksinasi. Bahkan, untuk mereka yang sudah terinfeksi Covid-19.

"Intinya adalah agar mayoritas orang mengembangkan kekebalan hibrida untuk mengendalikan pandemi," kata Pandu, merujuk pada kekebalan yang lebih kuat di antara orang yang divaksinasi dan juga telah terinfeksi.

Akan epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman menyatakan, hasil sero survei harus diperlakukan dengan hati-hati. Temuan survei dinilai masih perlu dicek kembali untuk menilai bagaimana berbagai merek vaksin dapat berkontribusi pada tingkat antibodi yang berbeda.

“Karena tingkat vaksinasi di Indonesia tertinggal dibandingkan banyak negara. Selain itu, tidak ada jaminan berapa lama antibodi dapat bertahan,” kata Dicky, dikutip dari Reuters, Kamis (6/1).

Dicky pun menyarankan, semua kelompok sasaran yang telah mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis kembali mendapatkan suntikan penguat (booster). Sebab, ada penurunan kemampuan vaksin dalam perlindungan tubuh usai 7 bulan disuntik.

"Sebab, fakta sains menunjukkan untuk menghadapi varian Omicron ternyata dua dosis vaksin tidaklah cukup. Apalagi ada penurunan proteksi setelah 7 bulan (disuntik), jadi semua masyarakat harus mendapatkan booster," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (6/1).

Kendati demikian, ia menyadari bahwa, pemerintah menghadapi beban yang lebih besar. Sehingga, ia merekomendasikan pemerintah membuat skala prioritas.

"Sejak awal saya mengusulkan penerima vaksin booster adalah kelompok berisiko tinggi seperti lansia, yang punya penyakit penyerta (komorbid), atau yang punya risiko tinggi dalam pekerjaannya yaitu petugas pelayanan publik atau tenaga kesehatan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sebanyak 21 juta jiwa masyarakat Indonesia masuk dalam kelompok sasaran vaksinasi booster atau suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 sebagai penguat antibodi.

"Program vaksinasi booster sudah diputuskan oleh Bapak Presiden akan jalan tanggal 12 Januari 2022," kata Budi saat menyampaikan keterangan pers terkait PPKM yang diikuti dari Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin (3/12).

Budi mengatakan, vaksinasi booster akan diberikan ke golongan dewasa di atas 18 tahun sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement