Rabu 12 Jan 2022 13:43 WIB

Masa Depan tak Jelas, Afghanistan Butuh Bantuan Kemanusiaan Fantastis

Badan PBB menyerukan pengumpulan dana bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia menerbangkan dua  armada Airbus A330-300 yang mengangkut bantuan kemanusiaan dari Indonesia ke Kabul, Afghanistan, pada Ahad (9/1/2022).
Foto: Garuda Indonesia
Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia menerbangkan dua armada Airbus A330-300 yang mengangkut bantuan kemanusiaan dari Indonesia ke Kabul, Afghanistan, pada Ahad (9/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Masa depan Afghanistan kini dinilai tergantung pada bantuan kemanusiaan usai Taliban berkuasa. Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menyerukan pengumpulan dana bantuan kemanusiaan bernilai fantastis yang terbesar untuk satu negara.

Badan-badan PBB meminta donor sebesar 4,4 miliar dolar AS dalam bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan pada 2022. Dana tersebut penting untuk memastikan masa depan negara itu setelah periode kekacauan yang ditandai oleh perebutan kekuasaan oleh Taliban dan kepergian Amerika Serikat (AS) secara mendadak.

Baca Juga

PBB mengatakan seruan itu terbesar yang pernah dicari untuk satu negara dan tiga kali lipat dari angka yang diterimanya pada 2021 ketika pemerintah Afghanistan yang didukung AS runtuh. "Ini adalah upaya sementara, langkah penghentian yang sangat penting yang kami tampilkan di depan komunitas internasional hari ini," kata kepala bantuan PBB Martin Griffiths.

"Tanpa ini didanai tidak akan ada masa depan, kita perlu ini dilakukan jika tidak akan ada arus keluar, akan ada penderitaan," katanya.

Penarikan tiba-tiba bantuan asing tahun lalu setelah kemenangan Taliban pada Agustus membuat ekonomi Afghanistan yang rapuh di ambang kehancuran. Harga pangan naik dengan cepat dan menyebabkan kelaparan yang meluas.

Sanksi Barat yang ditujukan kepada Taliban juga mencegah lewatnya pasokan dasar makanan dan obat-obatan, meskipun hal itu telah mereda setelah pengecualian disahkan oleh Dewan Keamanan PBB dan AS pada Desember lalu.

Griffiths mengatakan rencana kemanusiaan telah dikalibrasi dengan hati-hati. Upaya itu menjamin bantuan akan langsung diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan dan bukan kepada pihak berwenang.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mengatakan bahwa peningkatan keamanan memberikan peluang untuk menarik jutaan orang yang terlantar akibat konflik panjang di KABUL. Dia mengatakan, sejak Taliban merebut kekuasaan, 170.000 orang telah kembali.

"Konflik antara Taliban dan pemerintah sebelumnya telah berakhir dan itu telah membuka ruang keamanan yang menurut saya perlu kita manfaatkan. Namun, untuk melakukan itu, kami membutuhkan sumber daya yang merupakan bagian dari seruan ini," kata Grandi. 

Baca: Udara Beku Kutub Utara Sapu Wilayah Timur Laut AS, Suhunya Menusuk Kulit

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) akan mengucurkan dana sebesar 308 juta dolar atau setara Rp 4,4 triliun (dengan kurs Rp 14.305 per dolar AS) untuk membantu Afghanistan menangani krisis kemanusiaan. Selain itu, Washington bakal memberikan bantuan vaksin Covid-19.

“Hari ini AS mengumumkan bantuan kemanusiaan baru senilai 308 juta dolar untuk rakyat Afghanistan dan satu juta dosis vaksin Covid-19 yang diberikan melalui (program) Covax (total 4,3 juta dosis). Kami tetap menjadi donor tunggal bantuan kemanusiaan terbesar di Afghanistan,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Emily Horne lewat akun Twitter-nya, Selasa (11/1/2022).

Dia menekankan, AS berkomitmen mendukung rakyat Afghanistan. “Kami terus mempertimbangkan semua opsi yang tersedia bagi kami. Kami mendukung rakyat Afghanistan,” ucap Horne.

Baca: Temukan 2 Kasus Omicron, China Kurung 20 Juta Orang dengan Lockdown 3 Kota

Baca: Nasib Sederet Tahanan Guantanamo Jelang Penutupan Penjara

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement