Ahad 16 Jan 2022 03:53 WIB

Mengapa Pesawat NASA tak Meleleh Saat Menyentuh Matahari?

Parker Solar Probe dapat memperbaiki posisinya sendiri jika merasa terancam.

Rep: ANTARIKSA/ Red: Partner
.
.

Ilustrasi<a href= NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) mendekati matahari. (YouTube NASA)." />
Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) mendekati matahari. (YouTube NASA).

ANTARIKSA - Pada 28 April 2021, pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) milik NASA membuat sejarah baru di dunia astronomi. Ia merangsek melewati gelombang panas matahari dan menyentuh bagian korona, yaitu lingkungan ekstrem yang bersuhu sekitar 2 juta derajat fahrenheit.

Di sana, instrumen Probe mencatat fluktuasi dalam medan magnet dan energi plasma, informasi yang akan membantu para ahli teori lebih memahami begaimana korona dan asal mula angin matahari yang terbakar.

Probe memang mengemban misi berbahaya itu, yaitu menjelajahi sang surya. Namun, begaimana itu bisa dilakukan dan kenapa pesawat ruang angkasa itu tidak meleleh?

Ini adalah penjelasan para insinyur yang membuat Parker Solar Probe, bagaimana mereka merekayasa perangkat super tersebut melewati marabahaya sendirian.

Mengalahkan panas

Matahari di titik terdekat Probe sekitar 475 kali lebih terang daripada yang menerangi orbit bumi. Itu berarti 5,5 megawatt sinar matahari menerpa permukaan depan pesawat ruang angkasa itu.

Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) menyentuh korona matahari. (YouTube NASA).
Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) menyentuh korona matahari. (YouTube NASA).

Namun, Probe dirancang untuk memantulkan sebagian besar cahaya yang masuk, meski permukaan yang terbuka itu tetap akan panas sekitar 1.500 selsius. Plasma matahari di korona sekitar satu juta derajat, tetapi tidak banyak mentransfer panas ke Probe.

Sementara, benda biasa tidak akan mampu bertahan pada suhu maksimum itu. Banyak logam akan meleleh atau menjadi lunak, epoksi menguap ke dalam ruang hampa, dan sebagian besar isolator akan berhenti mengisolasi.

“Ada sangat sedikit elemen pada tabel periodik yang berfungsi pada suhu tersebut,” kata Justin Kasper dari BWX Technology dan University of Michigan, yang memimpin tim Probe Solar Wind Electrons Alphas dan tim Proton (SWEAP), seperti dilansir APS Physics, Jumat, 14 Januari 2022.

Beberapa logam seperti tungsten, memiliki suhu leleh yang tinggi, tetapi tidak sesuai dengan rancangan perisai termal Probe. “Logam-logam ini berat dan benar-benar menghantarkan panas dengan cukup baik,” kata Betsy Congdon dari Universitas Johns Hopkins di Maryland, yang merupakan insinyur utama untuk Sistem Perlindungan Termal Probe.

Perisai yang berat akan membutuhkan roket yang lebih kuat dan, tentu saja lebih mahal.

Pelindung dari Probe akhirnya terbuat dari karbon dalam struktur lapis setebal 11,5 sentimeter dan hanya berbobot 72 kilogram. “Lembaran atas dan bawah terbuat dari karbon-karbon, yang merupakan versi komposit suhu tinggi seperti yang Anda temukan di klub golf atau raket tenis,” kata Congdon.

Di antara lembaran-lembaran ini, ada busa karbon yang volumenya 97 persen ruang kosong. Ruang kosong itu adalah udara. Struktur berpori ini mampu mengurangi konduksi panas.

Untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin, permukaan depan pelindung memiliki lapisan tipis cat keramik putih yang dikembangkan khusus untuk Probe. Para ilmuwan dengan hati-hati menyemprotkan cat ini untuk menghilangkan gundukan yang dapat menghasilkan pemanasan yang tidak merata di permukaan.

Perisai panas Probe dengan lebar 2,4 meter dirancang tidak hanya tahan lama, tetapi juga ringan, dengan massa hanya 72 kilogram.

Di balik perisai, suhu turun dengan cepat, dengan sebagian besar instrumen mengalami suhu seperti ruangan sekitar 30 °C. Gradien suhu yang besar antara bagian depan dan belakang Probe dapat menyebabkan tekanan mekanis yang tinggi. Karena itu, mereka memasang sambungan fleksibel yang memungkinkan Probe menekuk sebagai respons terhadap gaya termal ini.

Menangkap angin

Sebagian besar instrumen Probe tetap terselip di balik perisai, tetapi Solar Probe Cup (SPC) menonjol di bawah terik sinar matahari. Ia berfungsi untuk mengukur partikel bermuatan angin matahari yang akan diteliti para ilmuwan di bumi.

Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) menyentuh korona matahari. (YouTube NASA).
Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) menyentuh korona matahari. (YouTube NASA).

Saat Probe masuk ke lingkunan korona matahari, SPC sangat panas sampai warnanya berubah menjadi merah-oranye. Panasnya mencapai 982 derajat selsius, setara dengan lava vulkanik.

Bagaimana membuat cangkir sehebat itu? “Kami memiliki masalah unik dengan SPC yang mencoba memasukkan partikel yang ingin kami ukur, sambil menghadapi semua cahaya dan panas yang menyertainya,” kata Tony Case dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics di Massachusetts, anggota dari Probe SWEAP.

Untuk membuat SPC kuat, Case, Kasper dan rekan mereka mendesainnya tanpa masalah. Bagian depan cup adalah kisi-kisi logam yang menghasilkan medan listrik untuk mengontrol partikel yang masuk ke sensor. Tim SPC menggunakan pelat logam tanpa embel-embel yang menghasilkan arus picoamp dari partikel angin matahari yang mengenainya.

SPC berada di luar bayangan pelindung panas utama Probe. Sebab, ia memiliki pelindung panasnya sendiri yang terbuat dari paduan niobium. Selain logam, perancang SPC membutuhkan isolator listrik tahan panas dan hanya batu safir yang bisa melakukannya.

Tim Probe memperoleh potongan kristal safir tunggal dan menempatkannya di sekitar kabel niobium yang membawa 8.000 V ke jaringan medan listrik cup.

Otomatis

Sinar matahari yang intens tidak hanya akan memanggang Probe. Itu juga memberikan tekanan radiasi kuat yang bisa mendorong perisai dan dapat membalikkan Probe dalam waktu sekitar 30 detik. Namun, pesawat ruang angkasa itu ternyata memiliki kecerdasan sendiri. Ia akan secara aktif memperbaiki posisinya jika terancam.

Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) terus mendekati matahari. (YouTube NASA).
Ilustrasi NASA menunjukan pesawat luar angkasa Parker Solar Probe (PSP) terus mendekati matahari. (YouTube NASA).

Selain bisa melelehkan bagian belakang Probe, kecerahan matahari juga akan merusak komunikasi. "Sulit untuk 'mendengar' pesawat ruang angkasa melalui sinyal dari Matahari," kata Kasper.

Jadi ada periode selama sepekan di mana Probe tidak berkomunikasi total dengan Bumi. “Kami hanya harus menunggu dan berharap pesawat ruang angkasa itu bisa mengurus dirinya sendiri,” kata Kasper.

Untuk mengatasi kesenjangan komunikasi, pesawat ruang angkasa diprogram untuk menjadi sangat otonom. Sensor di sisinya mendeteksi seberapa banyak sinar matahari masuk di sekitar perisai.

Jika cahaya itu terlalu terang, roda reaksi pada Probe secara otomatis mengubah kecepatan putarannya, menyebabkan rotasi berlawanan yang membuatnya tetap mengarah ke matahari.

Ketika Probe mencapai jarak yang aman dari matahari, ia dapat bersantai dengan memasang panel surya untuk mengisi ulang dan antena gain tinggi untuk bertukar data dengan bumi.

Parker Solar Probe diluncurkan oleh NASA pada tahun 2018. Sejauh ini, Probe sudah mempelajari angin surya dan zigzag magnetik di dalam angin yang disebut sebagai 'switchbacks'.

Setelah menyentuh korona matahari, Probe akan terus mendekati dan menyelam lebih dalam ke atmosfer matahari untuk mengumpulkan lebih banyak data. Misi ini akan berlanjut hingga tahun 2025, di mana Probe diprediksi akan berjarak 6,1 juta kilometer dari permukaan matahari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement