Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Primasari

Siapa Saja Penghalang Dalam Menerima Warisan? Begini Menurut Pandangan Islam

Agama | Sunday, 16 Jan 2022, 06:58 WIB
sumber: laduni.id

Di dalam hukum Islam dan fiqih, ada beberapa hal yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan. Dengan adanya penghalang tersebut, seseorang yang seharusnya mendapatkan harta warisan dari pewaris menjadi tidak bisa menerimanya. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf a, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Sebelum masuk ke penjelasan mengenai apa saja penghalang yang dapat menghalangi seseorang dalam menerima warisan, kita harus mengetahui dan memahami apa itu harta warisan, pewaris, dan ahli waris.

Harta warisan dalam istilah fara'idh dinamakan tirkah (peninggalan) adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris, baik berupa uang atau materi lainnya yang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia (baik laki-laki maupun perempuan) yang meninggalkan semua harta bendanya semasa hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan dari pewaris, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba sahaya (wala').

Penghalang Dalam Pembagian Warisan

Jenis penghalang dalam pembagian warisan yang dikenal dengan istilah Al-Hajib dalam Ilmu Fara’idh terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Karena sifat. Penghalang seseorang dalam mendapatkan warisan karena sifat terdapat 3 macam, yaitu:

a) Membunuh (Al-Qatil)

Para ulama Fiqih sepakat, bahwa pembunuhan tidak dapat menerima warisan dari masa tabi’in hingga masa mujtahid. Ini berarti seseorang membunuh sesamanya atau pewaris yang akan mewariskan, itu artinya dia telah berbuat dosa dan akibatnya dia tidak bisa mendapatkan warisan. Misalnya, seorang anak membunuh ayahnya sendiri karena dia tidak sabar menanti warisan ayahnya.

Seperti yang dijelaskan dalam dalil Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW. bersabda:

الْقَاتِلُ لاَيَرِثُ

Artinya: “Pembunuh tidaklah memperoleh harta waris.” (H.R. Tirmidzi 3/288)

b) Budak (Ar-Riqqu)

Perbudakan menjadi penghalang karena status formalnya yaitu sebagai hamba sahaya. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Sebab lain karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak memiliki suatu wewenang.

Umar bin Khattab r.a. berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat” (H.R. Bukhari dan Muslim).

c) Berbeda Agama atau Murtad (Ikhtilaffud Din)

Islam menetapkan bahwa tidak ada diantara orang Islam dengan orang kafir meskipun mereka memiliki hubungan yang menyebabkan kewarisan atau wasiat, maka wasiat tetap wajib dilaksanakan sedangkan hak waris tidak, sebab perbedaan agama menyebabkan terhalangnya hak waris.

Usamah bin Zaid r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda:

لاَيَرِثُ الْمُسلِمُ الْكَافِرِ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

Artinya: “Tidak boleh orang Muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi harta orang Muslim.” (H.R. Bukhari 6/2484)

2. Karena seseorang. Penghalang dalam mendapatkan warisan karena seseorang terbagi 2 macam, yaitu:

1) Hijab Hirman, yaitu ketika orang yang terhalang (mahjub) ini tidak bisa mendapatkan seluruh harta warisan. Contohnya, seorang cucu laki-laki sama sekali tidak bisa mendapatkan harta warisan jika ia bersamaan dengan anak laki-lakinya si mayit.

2) Hijab Nuqshan, yaitu ketika seorang ahli waris tidak dapat menerima harta warisannya secara penuh dikarenakan terdapat ahli waris lain. Hijab ini masuk ke dalam semua ahli waris yang ada. Contohnya, seorang istri tidak bisa mendapatkan hak waris sebesar 1/4 bagian dan hanya bisa mendapat 1/8 saja jika ia bersamaan dengan anak atau cucunya si mayit.

Sebab-Sebab Kewarisan

Pewarisan terjadi saat sebab-sebab yang mewajibkan adanya hak mewarisi terpenuhi. Para ulama sepakat sebab-sebab kewarisan ada tiga macam, yaitu:

1. Kekerabatan (Qarabah)

Hubungan kekerabatan disebut juga hubungan darah (nasab), yaitu hubungan persaudaraan yang disebabkan keturunan, baik yang dekat maupun jauh. Ditinjau dari garis hubungan darah yang menghubungkan antara orang yang mewariskan dengan yang diwarisi dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:

a) Furu’, yaitu keturunan dari pewaris

b) Ushul, yaitu leluhur dari pewaris

c) Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan di pewaris melalui garis menyamping seperti saudara, paman, bibi, dan anak keturunannya baik yang laki-laki maupun perempuan.

2. Perkawinan (al-Musharahah)

Perkawinan yang didasarkan pada perkawinan yang sah, baik menurut hukum agama maupun negara yang merupakan sebab untuk mewarisi baik suami maupun istri. Pencatatan perkawinan itu sangat diperlukan sebagai bukti bahwa dua orang telah melakukan perkawinan dan juga membuktikan kekerabatan anak-anak dari perkawinan itu. Kemudian pada saat perkawinan tersebut diputuskan dalam talak raj’i, tetapi masa iddah belum selesai, maka suami masih mempunya hak untuk merujuk istrinya.

3. Memerdekakan Budak atau Hamba Sahaya (Wala’)

Hubungan ini timbul karena telah membebaskan budak, meskipun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Hadist Rasulullah SAW. yang berbunyi: “Hak wala’ itu hanya diberikan kepada orang yang telah membebaskan budak(nya).” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dan kemudian beliau bersabda: “Wala’ itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual dan dihibahkan.” (HR.Al-Hakim).

Oleh karena itu, orang yang memiliki hak wala’ ini memiliki hak untuk mewarisi harta warisan budaknya apabila budaknya tersebut meninggal Dunia.

Perlu dicermati sebab dan akibat dalam mewariskan dan mewarisi harta, jangan sampai karena terlena oleh harta seseorang dapat berbuat hal-hal yang membuatnya menjadi penghalang dalam mendapatkan hak waris. Lakukanlah dengan syari’at Islam, karena dengan cara itulah yang paling mudah dipahami. Semoga bermanfaat!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image