Senin 17 Jan 2022 19:21 WIB

Nadiem Makarim Tegaskan PTM 100 Persen Bersifat Kondisional

Kebijakan PTM 100 persen bersifat kondisional bergantung kedaruratan sebuah wilayah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan keterangan pers saat kunjungan kerja di Kampus Universitas Padjadjaran (UNPAD), Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, Senin (17/1/2022). Dalam kunjungan kerja tersebut Mendikbudristek Nadiem Makarim berdialog dengan mahasiswa dan menghadiri serta meninjau pameran inovasi pada Festival Kampus Merdeka 3.0. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan keterangan pers saat kunjungan kerja di Kampus Universitas Padjadjaran (UNPAD), Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, Senin (17/1/2022). Dalam kunjungan kerja tersebut Mendikbudristek Nadiem Makarim berdialog dengan mahasiswa dan menghadiri serta meninjau pameran inovasi pada Festival Kampus Merdeka 3.0. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen hanya berlaku di zona Covid-19 level 1 dan 2. Artinya, kebijakan ini bersifat kondisional bergantung kedaruratan sebuah wilayah, apalagi adanya virus Covid-19 varian omicron.

Nadiem menilai, keberadaan omicron yang sudah terdeteksi di Indonesia harus diwaspadai. Hal ini pun diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19

Baca Juga

“Kami waspada dan khawatir mengenai omicron. Aturan dari SKB ini mengakomodasi semua situasinya. Hanya level 1 dan 2 yang 100 persen PTM. Kalau misalnya omicron menimbulkan kasus yang sangat pesat, tentunya daerah akan pindah ke level 3 dan 4. Level 3 (PTM) terbatas, level 4 tidak boleh sama sekali PTM,” ujar Nadiem kepada wartawan di Bandung, Senin (17/1/2022).

Menurut Nadiem, banyak orang yang mengira SKB ini waktunya tidak pas dengan adanya omicron. Padahal ini sudah mengakomodasi situasi Covid-19, angka penularan tertinggi maupun rendah. "SKB empat menteri sudah mengatur semua skenario baik buruk maupun yang baik. Ini SKB yang permanen,” katanya.

Menurut dia, sangat tidak masuk akal ketika kedaruratan Covid-19 rendah, tapi anak sekolah tidak boleh bersekolah secara tatap muka. Apalagi, berdasarkan pantauannya, murid-murid antusias dengan pola sekolah secara tatap muka.

“Kemarin bayangkan, kalau kasus 0, masa anak-anak nggak boleh sekolah 100 persen offline, nggak masuk akal. Makanya kita revisi SKB empat menteri, untuk menormalisasi apa sih cara kita kembali ke normal itu, gimana kalau sudah zona 1 dan 2 PPKM. Bergantung levelnya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement