Senin 17 Jan 2022 23:46 WIB

Cegah Krisis Myanmar Memburuk, Utusan PBB Minta Bantuan Thailand

Ribuan warga sipil Myanmar lari menyelamatkan diri ke Thailand sejak bentrokan kudeta

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
 Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. Ribuan warga sipil Myanmar lari menyelamatkan diri ke Thailand sejak bentrokan kudeta. Ilustrasi.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. Ribuan warga sipil Myanmar lari menyelamatkan diri ke Thailand sejak bentrokan kudeta. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar Noeleen Heyzer meminta bantuan Thailand untuk mencegah memburuknya krisis di Myanmar dan menyambut baik jaminan bahwa pengungsi yang lari menghindari operasi militer akan dilindungi oleh pemerintah Thailand. Heyzer bertemu dengan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha untuk meminta dukungan bagi upaya internasional dalam membantu orang-orang telantar.

Selain itu dukungan Thailand dibutuhkan dalam menekan junta Myanmar agar berkomitmen pada rencana perdamaian lima poin yang disepakati dengan ASEAN. "Perdana menteri memiliki peran penting dalam mencegah memburuknya krisis di Myanmar karena keruntuhan akan membawa ketidakstabilan lebih lanjut ke daerah perbatasan yang sudah bergejolak," kata Heyzer dalam pernyataan pada Senin (17/1/2022).

Baca Juga

Prayuth, seorang pensiunan jenderal yang memimpin kudeta di Thailand pada 2014, mengatakan masalah Myanmar kompleks dan situasinya harus ditangani secara bertahap dengan pemahaman dan melalui membangun kepercayaan dengan pemimpin Myanmar. Prayuth mengatakan kepada Heyzer bahwa Thailand memiliki "wilayah kemanusiaan" dan para pengungsi dikembalikan hanya atas dasar sukarela.

Beberapa organisasi internasional mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak memiliki akses ke daerah itu. Ratchada Thanadirek, juru bicara pemerintah, menolak mengomentari masalah akses, tetapi mengatakan Thailand memberikan bantuan berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan internasional.

Hubungan lama antara militer Myanmar dengan Thailand disebut para ahli telah retak karena kritik terhadap junta, akibat kekhawatiran Thailand bisa dibanjiri pengungsi jika tentara Myanmar meningkatkan operasi terhadap lawan politiknya. Ribuan warga sipil Myanmar lari menyelamatkan diri ke Thailand sejak bentrokan di dekat perbatasan meletus setelah kudeta terjadi pada 2021. Lebih dari 1.300 orang masih berada di tempat penampungan di Thailand, menurut angka resmi pemerintah.

Militer Myanmar telah berperang di berbagai wilayah sejak merebut kekuasaan tahun lalu dengan menggunakan kekuatan mematikan terhadap para pengunjuk rasa serta meningkatkan operasi terhadap tentara etnis minoritas dan milisi yang baru dibentuk, yang bersekutu dengan pemerintah yang digulingkan. Junta menyebut operasi itu diperlukan untuk melawan "teroris".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement