Selasa 18 Jan 2022 16:38 WIB

Saham Teknologi dan Bank Amblas, IHSG Turut Terpangkas

IHSG terpangkas sebesar 0,47 persen ke level 6.614,05.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Petugas membersihkan lantai di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/1/2022/2022) lalu. IHSG terpangkas sebesar 0,47 persen ke level 6.614,05 pada penutupan perdagangan pada Selasa (18/1/2022).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Petugas membersihkan lantai di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/1/2022/2022) lalu. IHSG terpangkas sebesar 0,47 persen ke level 6.614,05 pada penutupan perdagangan pada Selasa (18/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami koreksi pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (18/1/2022). IHSG terpangkas sebesar 0,47 persen ke level 6.614,05 setelah dibuka menguat pada sesi perdagangan pertama. 

Penurunan saham-saham teknologi menjadi pemberat pergerakan IHSG dengan EMTK melemah sebesar 5,01 persen dan BUKA turun 3,83 persen. Selain itu, saham bank seperti BBYB dan AGRO juga menekan laju IHSG dengan penurunan masing-masing sebesar 2 persen. 

Baca Juga

Sementara itu, investor asing di seluruh pasar membukukan pembelian bersih sebesar Rp 110 miliar. Saham-saham yang diburu antara lain yang memiliki kapitalisasi pasar jumbo seperti TLKM, BBRI, ARTO, ICBP hingga TOWR.

Pelemahan IHSG juga sejalan dengan pergerakan bursa regional Asia yang mayoritas mengalami koreksi. Menurut Pilarmas Investindo Sekuritas perhatian pelaku pasar dan investor tertuju pada kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun ke level 1,82 persen. 

"Pasar tampaknya merespons kenaikan tersebut imbas dari akan naiknya suku bunga acuan The Fed lebih dari tiga kali dalam setahun," kata Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya, Selasa (18/1/2022). 

Sementara suku bunga Bank of Jepang (BoJ) tidak berubah di level -0,1 persen. Menurut riset, kebijakan ini mengindikasi bahwa BoJ akan mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar untuk menyesuaikan adanya kemungkinan inflasi melebihi dari yang diperkirakaan.

Sementara dari dalam negeri, sentimen perkembangan covid-19 dan varian Omicron masih diwaspadai pelaku pasar. Mereka khawatir kondisi ini akan memperluas penyebaran kasus varian Omicron sehingga akan menghambat proses akselerasi pemulihan ekonomi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement