Kamis 20 Jan 2022 06:33 WIB

Jadi Tempat Prostitusi dan Mabuk-mabukan, Tiga Hotel Ditutup

Pemilik salah satu hotel berkelit tidak pernah sediakan perempuan untuk tamu menginap

Rep: Bayu Adji P/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas menutup tiga hotel di wilayah Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Rabu (19/1/2022). Ketiga hotel itu ditutup lantaran diduga sering menjadi tempat prostitusi.
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Petugas menutup tiga hotel di wilayah Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Rabu (19/1/2022). Ketiga hotel itu ditutup lantaran diduga sering menjadi tempat prostitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sebanyak tiga hotel di wilayah Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, ditutup oleh petugas pada Rabu (19/1/2022). Tiga hotel itu ditutup karena disinyalir sering menjadi tempat prostitusi dan mabuk-mabukan.

Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan, Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Kota Tasikmalaya, Dedi Tarhedi, mengatakan, penutupan itu dilakukan dengan dasar surat dari Dinas Kepemudaan, Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tasikmalaya. Ketiga hotel itu dinilai sering kedapatan melanggar aturan saat dilakukan razia.

Baca Juga

"Selama ini ada juga beberapa laporan dari masyarakat. Saat disidak, di hotel-hotel ini banyak ditemukan kegiatan yang melanggar perda, seperti kegiatan asusila, banyak juga botol minuman," kata dia, Rabu (19/1/2022).

Ia menyebutkan, tiga hotel yang ditutup adalah Hotel Daya Prima, Daya Grand, dan Linggajaya. Ketiga hotel itu berlokasi di Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.

Menurut Dedi, Dirporabudpar Kota Tasikmalaya nantinya akan melakukan pembinaan kepada manajemen ketiga hotel tersebut. "Kami hanya melakukan penutupan sesuai tupoksi," ujar dia.

Sekretaris Disporabudpar Kota Tasikmalaya, Rita Melya, mengatakan, penutupan itu merupakan tindakan akhir yang dilakukan, lantaran pihaknya telah berulang kali melakukan pembinaaan kepada manajemen hotel. Namun, setelah dilakukan pembinaan, masih ada laporan negatif terkait tiga hotel tersebut.

"Laporan yang masuk antara lain prostitusi dan tempat pesta miras," kata dia.

Ia menjelaskan, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Tasikmalaya Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, kegiatan prostitusi dan pesta miras di lingkungan hotel tidak diperbolehkan.

Dalam Pasal 33 Perda Kota Tasikmalaya tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan disebutkan, setiap pengusaha pariwisata dilarang untuk menggunakan dan/atau memanfaatkan kegiatan usahanya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan yang mengarah kepada perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, prostitusi dan tindakan kemaksiatan lainnya.

"Makanya kami ajukan permintaan ke Satpol PP untuk melakukan penutupan," kata dia.

Rita mengatakan, penutupan itu bersifat sementara. Sebab, hotel merupakan salah satu potensi untuk pengembagan pariwisata di Kota Tasikmalaya.

Disporabudpar Kota Tasikmalaya disebut akan terus melakukan pemantauan ke tiga hotel itu. Apabila pihak manajemen sudah berkomitmen mengikuti aturan yang ada dan mengajukan permohonan agar hotel dapat kembali untuk dibuka, Disporabudpar Kota Tasikmalaya akan melakukan penilaian kembali.

"Kami juga akan terus melakukan pengawasan ke hotel lain, termasuk ke hotel berbintang," kata dia.

Sementara itu, salah seorang pengelola Hotel Daya Prima, Dadan (42) mengaku menerima penutupan di tempatnya bekerja. Sebab, sebagai pengelola, ia mengaku tak bisa melawan aparat.

Menurut dia, sebelum penutupan dilakukan, pengelola hotel juga sudah mendapat peringatan. Dalam peringatan itu, pemilik hotel diminta datang untuk dilakukan pembinaan.

"Karena yang punya tidak datang ketika dipanggil, ya sudah," kata dia.

Ihwal dugaan seringnya hotel dijadikan tempat prostitusi, Dadan menilai, pihaknya tak pernah menjual perempuan kepada tamu yang menginap. Hotelnya hanya menyediakan tempat. "Dia (tamu) bawa sendiri (pasangannya)," kata dia.

Ihwal langkah selanjutnya yang akan ditempuh pihak hotel, Dadan mengaku masih belum bisa menentukan. Ia menyerahkan masalah itu kepada pemilik hotel. "Kalau memang mau dijual ya sudah," kata lelaki yang telah bekerja di hotel itu sejak tahun 2000-an.

Salah seorang warga sekitar, Widia (35 tahun), mengaku setuju apabila kegiatan prostitusi di hotel diberantas. Namun, ia menyayangkan langkah pemerintah untuk menutup hotel-hotel tersebut.

"Setuju gak setuju. Soalnya warung kami ramai dari pengunjung hotel. Kita juga gak tau kalau yang masuk hotel itu mau prostitusi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement