Ahad 23 Jan 2022 09:42 WIB

Sepotong Bulan Tersenyum (Bagian 3)

Tiba-tiba ia merasa marah, dongkol, benci dan sedih, semuanya menyatu di relung hati.

Red: Karta Raharja Ucu
Sepotong Bulan Tersenyum
Foto: Republika
Sepotong Bulan Tersenyum

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana

Saat mereka tengah menikmati makan siang, tiba-tiba datanglah Siti Maryam. Teman kuliah Azizah yang juga kerja di salah satu kantor di gedung tersebut.

“Assalamu’alaikum, Azizah. Selamat milad ya. Semoga cepet dapat jodoh. He he he,” ujarnya sambil menyalami Azizah.

“Makasih, Maryam. Yuk makan bersama kita,” sahut Azizah.

"Oh, ada Ustadz Malik. Assalamu’alaikum, Ustadz,”  kata Maryam sambil menangkupkan kedua tangannya  di depan hidungnya.

“Wa’alaikumsalam.”

Maryam langsung duduk di hadapan Marwah, dan bersisian dengan Malik.

“Afwan, Ustadz. Saya Maryam. Saya seorang selegram. Kapan-kapan boleh dong saya wawancara Ustadz untuk buat konten?”

“Wawancara apa, Mbak? Saya hanya seorang pegawai biasa dan imam di sebuah masjid perkantoran.”

“Justru imam di masjid perkantoran itulah yang menarik, Ustadz. Orang muda, bahkan boleh dibilang milenial, jadi hafizh Quran dan bersuara merdu. Saya sering mendengarkan suara Ustadz kalau jadi imam shalat Jumat. Saya pun sering shalat Zhuhur dan Ashar berjamaah, menjadi makmum Ustadz. Saya beruntung hari ini bertemu Ustadz. Mohon waktu untuk wawancara ya,” tutur Maryam yang membuat telinga Marwah tiba-tiba panas dan dendeng yang dikunyahnya mendadak terasa tidak enak.

“Insya Allah, kalau Mbak Maryam mau wawancara, besok siang saja setelah Zhuhur. Wawancaranya di masjid saja ya,” kata Malik seraya berdiri dan kemudian pamit.

“Baik kalau begitu, Ustadz. Terima kasih atas waktunya.”

“Sama-sama, Mbak Maryam.”

“Jangan panggil, Mbak. Panggil saja Maryam.”

Ada rasa cemburu yang menjalari perasaan marah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Maryam. Tiba-tiba saja ia merasa marah, dongkol, benci dan sedih, semuanya menyatu di relung hatinya.

Namun ia segera menyadari, bahwa tidak sepantasnya ia cemburu. Aku bukan siapa-siapanya Ustadz Malik. Bukankah aku telah memblokir nomor HP-nya? Dengan siapa pun dia bertemu dan berhubungan, apa urusanku? ujarnya dalam hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement