Selasa 25 Jan 2022 10:49 WIB

Nilai Tukar Rupiah Dibuka Menurun, The Fed dan Omicron Jadi Penyebabnya

Nilai tukar rupiah terpantau turun 15 poin atau 0,11 ke level Rp 14.350 hari ini

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Rupiah diperkirakan akan berfluktuasi pada perdagangan hari ini, Selasa (25/1). Pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar terpantau turun 15 poin atau 0,11 persen ke level Rp 14.350.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Pekerja menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Rupiah diperkirakan akan berfluktuasi pada perdagangan hari ini, Selasa (25/1). Pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar terpantau turun 15 poin atau 0,11 persen ke level Rp 14.350.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah diperkirakan akan berfluktuasi pada perdagangan hari ini, Selasa (25/1/2022). Pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar terpantau turun 15 poin atau 0,11 persen ke level Rp 14.350.

Analis Indonesia Comodity and Derivatives Exchange (ICDX), Nikolas Prasetia mengatakan pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi sejumlah sentimen. Pelaku pasar masih menanti kepastian kebijakan suku bunga dalam pertemuan bank sentral AS, Federal Reserve (the Fed).

Baca Juga

"Untuk fokus yang diperhatikan akan tertuju pada hasil pertemuan terutama yang terkait prospek perubahan tingkat suku bunga dan perubahan tingkat stimulus," kata Nikolas kepada Republika, Selasa (25/1/2022). 

Sentimen perkembangan Covid-19 varian Omicron juga disebut akan menjadi perhatian pelaku pasar. Pasalnya jumlah kasus harian akibat infeksi dari virus tersebut terus bertambah dan berada di atas 2.900 kasus per hari. 

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pemulihan perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan pada tahun ini. Salah satunya pemulihan ekonomi yang tidak merata di seluruh dunia karena terbatasnya akses vaksin Covid-19.

"Dampak dari berbagai dinamika Covid-19 menimbulkan pemulihan ekonomi tidak merata, inflasi, terjadi supply disruption yang kemudian menimbulkan respons policy yaitu kenaikan suku bunga, konsolidasi fiskal yang kemudian menimbulkan gejolak dalam arus modal antar negara, dan nilai tukar," kata Ibrahim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement