Selasa 25 Jan 2022 20:06 WIB

Tidak Mempan Lawan Omicron, AS Setop Pemakaian Dua Obat Antibodi Ini

Amerika Serikat larang penggunaan obat antibodi yang tidak efektif lawan omicron.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Reiny Dwinanda
Obat eksperimental Covid-19 berbasis antibodi dari Regeneron pernah diberikan kepada Presiden AS Donald Trump saat positif Covid-19. FDA kini menghentikan penggunaan Regeneron dan obat antibodi Eli Lilly karena tidak efektif melawan varian omicron.
Foto: AP
Obat eksperimental Covid-19 berbasis antibodi dari Regeneron pernah diberikan kepada Presiden AS Donald Trump saat positif Covid-19. FDA kini menghentikan penggunaan Regeneron dan obat antibodi Eli Lilly karena tidak efektif melawan varian omicron.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengatakan, obat antibodi Covid-19 yang tidak mempan melawan varian omicron dari SARS-CoV-2 tidak boleh lagi digunakan. Pasalnya, varian tersebut saat ini menjadi penyebab hampir semua infeksi di Amerika Serikat.

FDA telah mencabut otorisasi darurat untuk obat antibodi yang dikembangkan Regeneron dan Eli Lilly. Obat itu telah dibeli oleh pemerintah federal dan diberikan kepada jutaan orang Amerika yang positif Covid-19.

Baca Juga

Dikutip AP, Selasa (25/1), FDA mengatakan, pihaknya bisa mengotorisasi ulang izin penggunaan kedua obat tersebut jika ternyata terbukti efektif terhadap varian lain yang mungkin muncul di masa depan. Pencabutan otorisasi darurat sebetulnya sudah terprediksi mengingat kedua produsen obat juga telah mengakui bahwa obat infusnya kurang mampu menargetkan omicron karena faktor mutasi virusnya.

Akan tetapi, tindakan pemerintah federal diduga dapat memicu penolakan dari beberapa gubernur Partai Republik yang terus mempromosikan obat-obatan yang bertentangan dengan saran dan rekomendasi para ahli kesehatan. Resistensi omicron terhadap dua obat antibodi monoklonal terkemuka telah mengubah pedoman pengobatan untuk Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir.

Di sisi lain, dokter memiliki terapi alternatif untuk mengurangi kasus awal Covid-19, termasuk dua pil antivirus baru dari Pfizer dan Merck. Hanya saja, keduanya kurang pasokan. Obat antibodi yang juga efektif dari GlaxoSmithKline pun tidak tersedia.

Obat-obatan tersebut adalah antibodi pemblokir virus yang dikembangkan di laboratorium. Obat ini ditujukan untuk mencegah penyakit parah dan kematian dengan cara memberikan dosis terkonsentrasi satu atau dua antibodi di awal infeksi.

Presiden AS saat itu Donald Trump sempat menerima kombinasi Regeneron setelah dites positif Covid-19 pada 2020. FDA mencatat dalam keputusannya bahwa omicron menyumbang lebih dari 99 persen infeksi AS, sehingga sangat tidak mungkin antibodi ini akan membantu orang yang sekarang mencari pengobatan.

Badan tersebut juga mengatakan, membatasi penggunaannya juga akan menghilangkan efek samping obat yang tidak perlu, termasuk reaksi alergi. Pemerintah AS untuk sementara menghentikan distribusi kedua obat tersebut di akhir Desember 2021 karena omicron 'berlomba' menjadi varian yang dominan.

Tetapi para pejabat melanjutkan distribusi setelah keluhan dari gubernur Republik, termasuk Ron DeSantis dari Florida yang mengeklaim bahwa obat itu masih membantu beberapa pasien omicron. DeSantis telah banyak mempromosikan obat antibodi sebagai bagian dari respons Covid-19 pemerintahannya, mendirikan situs infus, dan memuji obat-obatan itu di konferensi pers, kemudian menentang mandat vaksin dan tindakan kesehatan masyarakat lainnya.

Gubernur Texas Greg Abbott telah meluncurkan situs infus yang disponsori negara. Obat-obatan tersebut sebetulnya bukan pengganti vaksin dan umumnya diperuntukkan bagi orang-orang yang paling rentan, termasuk manula, penerima transplantasi, dan mereka yang memiliki kondisi seperti penyakit jantung dan diabetes.

Sejak awal Januari, pemerintah AS telah mengirimkan dosis yang cukup dua antibodi untuk merawat lebih dari 300 ribu pasien. Baik Regeneron dan Lilly sebelumnya mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan antibodi baru yang menargetkan omicron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement