Rabu 26 Jan 2022 11:56 WIB

Typica Varietas Kopi 'Primadona' yang Manja

Varietas Typica asal Jawa Barat pernah menjadi kopi paling disukai oleh masyarakat dunia.

Rep: Bayu Hermawan/ Red: Partner
.
Foto: network /Bayu Hermawan
.

Dedi Sopyandi, Ketua LMDH Bukit Amanah di Desa Campakamulya, Cimaung, Kabupaten Bandung. (foto: Abdan Syakura)
Dedi Sopyandi, Ketua LMDH Bukit Amanah di Desa Campakamulya, Cimaung, Kabupaten Bandung. (foto: Abdan Syakura)

"Disini masih ada bibit pohon varietas Typica asli jaman belanda," ujar Abah Onil, Ketua Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) Bukit Amanah saat ditemui area perkebunan yang dikelola kelompoknya di Desa Campakamulya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Apa yang disampaikan pria bernama asli Dedi Sopyandi, boleh jadi ada benarnya. Sebab di area lahan kopi yang digarap oleh kelompoknya, sebagian ada yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Puntang. Seperti diketahui, varietas kopi Typica asal Jawa Barat mengalami kerusakan parah akibat terserang wabah karat daun sekitar tahun 1878.

Jauh sebelum wabah itu menyerang, pemerintah kolonial Belanda memang menekan pada Bupati dan bangsawan lokal agar penduduk di wilayah mereka menanam kopi, melalui perjanjian koffiestelsel, preangerstelsel hingga cultuurstelsel. Terlebih, wilayah-wilayah perkebunan kopi kelompoknya berada tidak jauh dari bekas komplek permukiman warga Belanda dan Stasiun Radio Malabar berada.

Sisa-sisa bekas permukiman warga Belanda yang mewah dan megah pun masih bisa terlihat. Sehingga kemungkinan, rumah-rumah itu juga bekas tempat tinggal kepala onderneming kopi pada zamannya.

Abah Onil kemudian mengajak berkeliling perkebunan kopi yang ada blok Cempaka. Disini, pohon-pohon kopi tidak ditanam secara berbaris rapi, namun karena kontur wilayah perbukitan, pohon-pohon itu ditanam di lereng-lereng perbukitan dengan kemiringan beragam. Wilayah hutan di kaki Gunung Puntang juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pohon-pohon kopi.

Sebab, selain menjadi pohon penaung atau pelindung dari terpaan sinar matahari, pohon-pohon tersebut juga memberikan nutrisi tambahan bagi tanaman kopi.

Abah Onil kemudian menunjukan salah satu pohon kopi varietas typica yang ada dilahannya. Secara kasatmata, ciri utama yang bisa terlihat dari varietas typical dengan varietas lain adalah pohonya lebih tinggi dibanding lainnya. Selain itu, biji kopi terlihat lebih besar dibanding varietas lainnya.

"Kalau soal rasa, memang typica ini lebih enak dibanding varietas lainnya. Kopi Puntang yang pernah juara di Specialty Coffee Association of America (SCAA) 2016 di Atalanta, Amerika Serikat, juga jenisnya typica, kalau kita sebutnya typica sunda," kata Onil.

"Tapi yang memang, kalau dari hasil panen, kuantitasnya jauh dibanding varietas lain, kemudian typica ini varietas yang manja, gak bisa sembarangan ngerawatnya karena rentan hama," ucapnya.

Ceri kopi varietas Typica dari Gunung Puntang (foto: Abdan Syakura)
Ceri kopi varietas Typica dari Gunung Puntang (foto: Abdan Syakura)

Abah Onil melanjutkan, sejak pembibitan, varietas typica mendapat perhatian khusus terutama dari pupuk. Begitu juga saat penanaman, kebutuhan pupuk organic untuk batang, daun dan buah sangat diperhatikan. Bukan Cuma pupuk, jarak tanam pun tak luput mendapat perhatian.

Ia mengatakan, sebisa mungkin cabang-cabang pohon typica tidak saling bersentuha. Hal itu untuk mencegah jika ada satu pohon yang terserang penyakit agar tidak menular.

"Kalau penanaman dan perawatan dijaga, panennya juga bagus. Disini, berdasarkan pengalaman saya, setiap panen kopi typica rasanya bisa bermacam-macam. Kopinya terasa lebih manis, asamnya juga enak, bodynya juga pas, terus ada notes yang beragam, terkadang ada rasa ceri, strawberry bahkan ada seperti rasa mintnya," jelasnya.

Sementara Wildan Mustofa, pendiri Java Frinsa Estate, mengatakan varietas typica memang varietas kopi asal Jawa Barat yang pernah Berjaya. Namun, kini varietas itu bukan satu-satunya yang menjadi andalan bagi para petani kopi di Priangan.

"Di Jawa Barat ini dulu zaman VOC memang menanam kopi typica. Tapi selama ratusan tahun (sejak wabah karat daun menyerang perkebunan kopi) kita sekarang hampir seolah tidak tahu apa-apa mengenai kopi ini," katanya.

"Jadi petani kopi sekarang tuh akhirnya mencari kopi untuk yang ditanam adalah yang rasanya enak, yang tanamannya bandel (tahan hama penyakit) dan tidak manja atau gampang diurus, dan produktivitasnya tinggi, karena kan buat dijual lagi, jadi dari situ petani bisa lebih banyak mendapatkan untung," ujarnya menambahkan.

Wildan Mustofa, pendiri Java Frinsa Estate (foto: Abdan Syakura)
Wildan Mustofa, pendiri Java Frinsa Estate (foto: Abdan Syakura)

Wildan mengatakan, bukan tidak mungkin typica asal Jawa Barat kembali menjadi raja di dunia kopi dunia. Namun, hal itu perlu jalan panjang, mulai dari meneliti bagaimana cara terbaik untuk menanam, hingga pascapanen di petani. Baginya saat ini yang paling penting adalah sama-sama mengembalikan kejayaan kopi Indonesia, bukan hanya Jawa Barat saja.

"Sekarang yang penting bagaimana kita buat kopi Indonesia yang produktivitasnya sangat tinggi dengan kualitas yang bagus, sehingga bisa dijual dengan harga yang murah, tapi petaninya tetap dapat penghasilan yang sangat besar gitu. targetnya disitu kalo saya sekarang ya," ujarnya.

"Saya yakin kopi Indonesia, khususnya Jawa Barat bisa kembali Berjaya lagi di dunia. Dulu kita nomor satu di dunia, kemudian kita tidak menjadi nomor satu tetapi menjadi nomor dua. Kemudian kita tidak menjadi nomor dua atau nomor satu tetapi masih menjadi nomor tiga. Sekarang tidak menjadi nomor satu, nomor dua, nomor tiga, bisa jadi nomor empat. Sekarang mau jadi nomor lima? atau kembali menjadi nomor tiga atau nomor dua atau nomor satu lagi gitu kan? itu pilihan kan," ucapnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement