Jumat 28 Jan 2022 04:30 WIB

Dugaan Vaksin Kosong di Kota Medan, Polda Sumut Panggil IDI

Hingga kemarin, Polda Sumut sudah meminta keterangan dari empat tenaga kesehatan.

Red: Ratna Puspita
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara menjadwalkan memanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait kasus dugaan penyuntikan vaksin kosong terhadap siswa sekolah dasar oleh oknum dokter berinisial G di Kota Medan, Jumat (28/1/2022) hari ini. (Foto: ilustrasi)
Foto: PxHere
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara menjadwalkan memanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait kasus dugaan penyuntikan vaksin kosong terhadap siswa sekolah dasar oleh oknum dokter berinisial G di Kota Medan, Jumat (28/1/2022) hari ini. (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara menjadwalkan memanggil Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait kasus dugaan penyuntikan vaksin kosong terhadap siswa sekolah dasar oleh oknum dokter berinisial G di Kota Medan, Jumat (28/1/2022) hari ini. Pemanggilan IDI untuk dimintai keterangan terkait kasus suntikan vaksin kosong.

"Rencananya pemanggilan IDI besok dijadwalkan," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, di Medan, Kamis (27/1/2022).

Baca Juga

Hadi menyebutkan, sudah empat orang tenaga kesehatan (nakes), termasuk dokter G yang dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut. "Sudah empat nakes yang dimintai keterangan," ujarnya.

Sekretaris IDI Cabang Medan dr Ery Suhaimi mengatakan, pihaknya sudah melakukan investigasi terkait kasus dugaan suntikan vaksin kosong tersebut. Namun, lanjut dia, untuk sidang etik terhadap dokter G memang belum dilakukan karena masih mengumpulkan informasi dari berbagai pihak guna diserahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK).

"Sebetulnya sejak berita itu muncul, IDI sudah mulai mengumpulkan para pihak terkait," ujarnya.

Dalam kasus ini, kata dia, organisasi profesi tentu hanya melihat dari segi etiknya saja karena untuk ranah pidana ada pada kepolisian."Karena belum tentu yang bersangkutan bersalah, seperti yang divonis di masyarakat. Jadi nanti MKEK yang akan meneruskan secara organisasi bagaimana keputusannya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement