Jumat 28 Jan 2022 09:55 WIB

90 Sekolah di Jakarta Tutup karena Omicron, KSP: Jangan Panik Berlebih 

‘Kita ribut dengan penutupan 90 sekolah, padahal di Jakarta ada 6.421 sekolah.’

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Ratna Puspita
Kantor Staf Presiden meminta masyarakat untuk menyikapi penutupan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di 90 sekolah di Jakarta dengan bijak dan tidak panik berlebihan. (Foto: enyemprotan desinfektan di salah satu SMP di Jakarta)
Foto: Prayogi/Republika
Kantor Staf Presiden meminta masyarakat untuk menyikapi penutupan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di 90 sekolah di Jakarta dengan bijak dan tidak panik berlebihan. (Foto: enyemprotan desinfektan di salah satu SMP di Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden meminta masyarakat untuk menyikapi penutupan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di 90 sekolah di Jakarta dengan bijak dan tidak panik berlebihan. Kewaspadaan masyarakat terhadap penutupan sementara sekolah itu harus proporsional.

"Waspada harus proporsional, jangan panik berlebih. Kita ribut dengan penutupan 90 sekolah, padahal di Jakarta ada 6.421 sekolah," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo, dikutip dari siaran resmi KSP, Jumat (28/1/2022). 

Baca Juga

Berdasarkan data Pemprov DKI Jakarta, sebanyak 90 sekolah ditutup setelah ditemukan kasus Covid-19 pada siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Sekolah yang ditutup mencakup jenjang TK sampai SMA itu tersebar di 5 wilayah kota Jakarta, yakni Jakarta Barat 9 sekolah, Jakarta Pusat 5 sekolah, Jakarta Selatan 31 sekolah, Jakarta Timur 42 sekolah, dan Jakarta Utara 3 sekolah. 

Abraham menegaskan, kebijakan pemerintah terkait PTM yang mengacu pada SKB 4 Menteri, yakni jumlah kehadiran siswa dalam PTM ditentukan dari level PPKM tiap daerah sehingga bukan satu kebijakan untuk seluruh wilayah Indonesia. "Jika angka kasus di Jakarta semakin naik dan level PPKM jadi level 3 maka otomatis PTM dibatasi maksimal 50 persen. Tapi jika level PPKM kembali membaik maka PTM dinaikan lagi hingga 100 persen. Ini diatur dalam SKB 4 Menteri," jelasnya. 

Abraham juga menyampaikan hasil verifikasi lapangannya soal dampak pembelajaran jarak jauh terhadap kualitas belajar anak atau peserta didik saat pandemi Covid-19. "Menurut kajian Kemendikbud dan Kemenag, hanya 15 persen anak SD kelas 1 yang nilainya sesuai standar. Bahkan hasil verlap KSP malah menemukan 50 persen anak SD kelas 1 belum bisa baca tulis," kata dia.

Menurut Abraham, pembelajaran tatap muka tetap lebih baik dan diperlukan, terutama pada tingkat dasar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement