Kamis 03 Feb 2022 12:53 WIB

Mendag: DMO Sawit Cegah Eksportir Nakal tak Penuhi Kebutuhan Domestik

Produsen CPO wajib mengalokasikan 20 persen volume ekspornya untuk pasar dalam negeri

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berbincang dengan warga yang mengantre membeli minyak goreng dengan harga Rp 10.500 per liter di pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis (3/3/2022). Dalam kesempatan tersebut Menteri Perdagangan juga meninjau harga dan ketersediaan kebutuhan bahan pokok dan minyak goreng. Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berbincang dengan warga yang mengantre membeli minyak goreng dengan harga Rp 10.500 per liter di pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis (3/3/2022). Dalam kesempatan tersebut Menteri Perdagangan juga meninjau harga dan ketersediaan kebutuhan bahan pokok dan minyak goreng. Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi memastikan kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak sawit atau CPO akan mencegah adanya eksportir nakal yang menjual seluruh produksinya ke luar negeri. Mekanisme DMO dinilai efektif untuk menjamin pemenuhan pasokan minyak sawit dalam negeri khususnya untuk kebutuhan industri minyak goreng.

"Kita bikin mekanisme agar calon eksportir bisa mengikuti DMO dan sudah bisa kita kerjakan dengan baik," kata Lutfi di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Baca Juga

Seperti diketahui, kebijakan DMO mewajibkan seluruh eksportir CPO mengalokasikan 20 persen dari volume ekspornya untuk pasar dalam negeri. Jika kewajiban itu belum dipenuhi, pemerintah tidak akan memberikan izin untuk ekspor.

Sistem kebijakan itu juga diperkuat aturan pencatatan ekspor sehingga dipastikan tidak ada celah bagi eksportir untuk meloloskan seluruh produksinya ke pasar internasional.

Hal itu, menurut Lutfi akan merugikan para eksportir jika tak mematuhi aturan. Sebab, harga CPO global terus mengalami kenaikan yang saat ini sudah di atar 1.300 dolar AS per metrik ton.

"Kalau mereka tidak berikan produksinya untuk dalam negeri, tidak bisa ekspor. Sedangkan harga di luar lagi naik sekali. Mereka mesti mengantisipasi itu," kata Lutfi.

Ia pun menegaskan, kebijakan DMO sejatinya tidak mengganggu kegiatan ekspor. Sebab, total 20 persen volume itu setara 5,7 juta kilo liter (KL) yang sudah menjadi rutinitas tahunan. Namun, kebijakan DMO diperuntukkan untuk lebih memastikan agar volume tersebut benar-benar terpenuhi.

Pasalnya, di tengah harga internasional yang tinggi, para produsen tentunya akan mengincar pasar luar negeri karena untung yang besar. "Jika eksportir itu memenuhi kewajiban 20 persen tidak ada larangan sama sekali untuk mereka ekspor. Kita juga mau mereka mendapatkan harga yang bagus dari ekspor," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement