Jumat 04 Feb 2022 10:45 WIB

Membenahi Papua dengan Iman

Penanaman iman menjadi solusi permasalahan di Papua. Iman yang bisa melahirkan kesadaran pada diri seseorang untuk memiliki peradaban yang lebih maju.

Rep: Redaksi Tadabbur/ Red: Partner
.
Foto: network /Redaksi Tadabbur
.

Oleh: Abdul Ghaffar Hadi (Wakil Sekjen DPP Hidayatullah)

Ada pendapat yang menyatakan solusi atas permasalahan sosial di tanah Papua adalah kesejahteraan. Menurut saya, tidak persis seperti itu. Kesimpulan ini saya peroleh setelah akhir Januari 2022 lalu saya mengunjungi Provinsi Papua, bercengkrama dengan masyarakatnya, dan berdiskusi dengan beberapa tokohnya.

Isu pemerataan ekonomi sebetulnya hanya satu dari sekian banyak variabel penyebab persoalan sosial di Papua. Fakta yang saya lihat, sebagian masyarakat asli Papua sudah hidup sejahtera. Setiap bulan di Kabupaten Mimika, misalnya, satu kepala keluarga mendapatkan santunan Rp 3 juta hingga Rp 5 juta.

Masyarakat Papua melintas di pos penjagaan lintas batas antar negara di Distrik Sota, Merauke. Iman menjadi solusi membangun Papua.

Contoh lain, kendaraan angkut di Terminal Merauke dan Nabire, bila saya perhatikan, paling rendah bermerek inova. Rata-rata penduduk setempat menggunakan mobil bermerek pajero, fortuner, atau mobil-mobil elit lainnya.

Lalu apa solusi lebih mendasar ketimbang pemerataan ekonomi? Saya sependapat dengan Ust Mualimin Amin, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Papua. Menurutnya, penanaman iman menjadi solusi permasalahan di Papua. Iman yang bisa melahirkan kesadaran pada diri seseorang untuk memiliki peradaban yang lebih maju. Ini yang harus menjadi prioritas.

“Iman menjadikan manusia lebih beradab. Kalau solusi kesejahteraan hanya mendorong masyarakat Papua semakin konsumtif. Tidak akan ada puasnya manusia dengan materi jika kesejahteraan itu ukurannya materi,” kata Muallimin.

Pembangunan fasilitas umum di Papua selama ini sudah membuat propinsi di ujung timur Indonesia tersebut lumayan maju. Selanjutnya prioritas pembangunan perlu diarahkan ke wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau transportasi.

Adapun masyarakat di wilayah-wilayah yang sudah mulai maju sudah saatnya ditumbuhkan kesadaran tentang iman. Caranya, lewat pendidikan.

Selama ini ada dikotomi antara pendidikan dan iman. Padahal esensi dari pendidikan adalah menumbuhkan iman dari peserta didik, yakni bagaimana mengenalkan Allah sebagai Dzat yang wajib disembah, tempat bermunajat dan bergantung.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ustadz Syakir, Ketua Departemen Pendidikan Kampus Utama Hidayatullah Timika. Menurutnya, salah satu kunci untuk akselerasi pembangunan di Papua adalah program pendidikan.

Selama ini, kata Syakir, masyarakat asli Papua tertinggal karena belum mengerti dan paham tentang kehidupan, pekerjaan, dan tatanan sosial masyarakat. Akibatnya, mereka cenderung inferior, bahkan benci, kepada para pendatang. Mereka menganggap pendatang sebagai penjajah.

Di sisi lain, menurut Syakir, tingkat pendidikan yang belum memadai menyebabkan masyarakat mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

Salah satu indikasi masih rendahnya pendidikan sebagian masyarakat asli Papua bisa dilihat saat mereka mengambil dana santunan ke bank. Mereka masih menggunakan cap jempol. Ini karena mereka belum mengenal baca, tulis, berhitung, dan tanda tangan.

Namun, pendidikan yang harus diprioritaskan di sini bukan sekadar pengetahuan calistung (membaca, menulis dan menghitung) meskipun itu penting sebagai ilmu dasar. Adapun pendidikan yang lebih prioritas adalah pendidikan yang mampu mengantar peserta didik memiliki iman.

Selama ini, transformasi ilmu dan nilai melalui dunia pendidikan sering kali kering dari nilai-nilai iman. Pendidikan hanya transformasi ilmu untuk konsumsi otak, tidak menyentuh hati dengan nilai-nilai keimanan. Wajarlah jika produk dari pendidikan seperti itu berupa peserta didik yang tidak terarah.

Demikian juga iman, bukan sekedar doktrin, tapi penumbuhan kesadaran dan keyakinan dalam hati, teraktualisasi dalam lisan dan perbuatan. Sehingga penumbuhan iman bisa dilakukan secara bertahap dan terstruktur melalui sistem pendidikan.

Mari kita belajar dari sejarah Rasulullah membawa Islam dan menanamkan iman kepada masyarakat Arab. Mereka yang awalnya jahiliyah dan berjiwa keras, karena tuntunan wahyu, berhasil dilembutkan oleh Rasulullah SAW. Mereka menjadi manusia hebat, berani, kuat dan berperadaban maju.

Sekeras apapun seseorang, jika mendapatkan hidayah iman, maka hatinya akan lembut dan potensi positifnya akan keluar, sehingga peradaban yang lebih baik akan terbangun.

Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement