Jumat 04 Feb 2022 14:23 WIB

KPAI Minta Sekolah dan Pemerintah Terbuka Terhadap Temuan Kasus Covid-19

Pemerintah juga diminta umumkan secara terbuka sekolah-sekolah terpapar kasus Covid.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas PMI Jakarta Pusat menyemprotkan cairan disinfektan di SMPN 4, Jakarta, Jumat (4/2/2022). Penyemprotan disinfektan di lingkungan sekolah sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Petugas PMI Jakarta Pusat menyemprotkan cairan disinfektan di SMPN 4, Jakarta, Jumat (4/2/2022). Penyemprotan disinfektan di lingkungan sekolah sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong keterbukaan setiap sekolah untuk mengumumkan kasus positif secara transparan. Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai, keterbukaan ini diperlukan agar para orangtua dapat melakukan testing, tracing dan isolasi (3T) jika anaknya termasuk kontak erat dengan warga sekolah yang terkonfirmasi positif.

"Sehingga para orang tua menjaga anaknya untuk tidak kemana-mana dahulu sebelum 3T jika terjadi kontak erat dengan siswa/guru  yang positif tersebut, hal ini untuk mencegah penularan yang meluas," ujar Retno dalam keterangannya, Jumat (4/2).

Baca Juga

Retno meminta sekolah yang terdapat kasus positif, tidak hanya sekadar ditutup sementara, tetapi juga pemerintah daerah wajib melakukan 3T di sekolah yang bersangkutan.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk mengumumkan secara terbuka sekolah-sekolah yang ditemukan kasus positif Covid-19 setiap pekannya. Retno menilai langkah ini diperlukan agar orang tua mendapat gambaran jelas terkait situasi kondisi di sekolah anaknya.

"Sehingga para orangtua mendapatkan gambaran jelas untuk memutuskan anak-anaknya diizinkan PTM atau tidak," ujarnya.

Ia juga mengapresiasi kebijakan diskresi kepada daerah PPKM level 2 untuk menyesuaikan pembelajaran tatap muka (PTM) kapasitas siswa 100 persen menjadi kapasitas siswa 50 persen. Apalagi, kebijakan penyesuaian itu diikuti dengan diberikannya opsi orang tua membolehkan anaknya mengikuti PTM atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Bagusnya kebijakan sekarang membuka opsi ijin orangtua untuk PTM. Opsi ini sedikit banyak memberikan kelegaan kepada para orangtua yang khawatir anaknya tertular covid-19 sehingga tidak izinkan anaknya PTM, sehingga dengan demikian sekolah jadi wajib melayani PJJ," ujar Retno.

Retno menilai kebijakan Kemendikbudristek mengevaluasi PTM 100 persen khususnya di DKI Jakarta di tengah melonjaknya kasus Omicron sudah tepat. Ia menilai, Pemerintah Daerah adalah pihak yang lebih paham kondisi daerahnya.

Ia mengatakan setidaknya ada dua titik kerentanan ketika PTM 100 persen berdasarkan hasil pengawasan PTM 100 persen yang dilakukan oleh KPAI. Pertama, tidak terjadinya jaga jarak saat proses pembelajaran di kelas.

"Tidak bisa jaga jarak, dalam ruangan tertutup dan berkumpul selama setidaknya 4 jam sangat rawan terjadinya penularan. Oleh karena itu, ketika kapasitasnya menjadi 50 persen, maka jaga jarak 1 meter per siswa bisa dilakukan dan anak-anak masuk sekolah tidak setiap hari," kata Retno.

Kedua, kerumunan penjemput terutama di  jenjang SD yang terjadi hampir di seluruh sekolah saat pulang sekolah juga menciptakan kerumunan yang berpotensi terjadi penularan. Karenanya, jika jumlah murid yang masuk dikurangi kapasitasnya hingga 50 persen maka kerumunan juga bisa jauh berkurang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement