Selasa 15 Feb 2022 21:12 WIB

Ethiopia Cabut Keadaan Darurat Lebih Cepat

Keadaan darurat diakhiri karena upaya mediasi untuk mengakhiri perang terus menguat.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pasukan Ethiopia melakukan mars di Addis Ababa, 7 November 2021.
Foto: AP Photo
Pasukan Ethiopia melakukan mars di Addis Ababa, 7 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, ADIS ABABA -- Anggota parlemen Ethiopia telah memilih untuk mengakhiri keadaan darurat yang berlaku selama tiga bulan, Selasa (15/2). Keputusan ini lebih awal dilakukan karena upaya mediasi terus menguat untuk mengakhiri perang mematikan di utara.

Pemungutan suara oleh anggota parlemen datang setelah Dewan Menteri Ethiopia yang diketuai oleh Perdana Menteri Abiy Ahmed, memutuskan pada 26 Januari untuk mengakhiri keadaan darurat mempertimbangkan perkembangan terakhir dalam konflik. Kondisi darurat semula diberlakukan selama enam bulan.

Baca Juga

Sebuah komite penasihat di parlemen Ethiopia mengatakan pencabutan keadaan darurat akan membantu menghidupkan kembali situasi ekonomi dan diplomatik negara itu. Ketua parlemen Tagese Chafo mengatakan komite yakin ancaman keamanan negara itu sekarang dapat ditangani dengan mekanisme penegakan hukum biasa.

Keadaan darurat diberlakukan pada awal November saat pasukan Tigray yang memerangi pasukan Ethiopia dan sekutu bergerak lebih dekat ke ibu kota, Addis Ababa. Mereka mundur kembali ke wilayah Tigray pada akhir Desember di tengah upaya mediasi dan di bawah tekanan dari serangan militer.

Menurut saksi mata, pengacara dan kelompok hak asasi manusia, ribuan etnis Tigrayan ditahan di bawah keadaan darurat. Banyak yang dibebaskan, meski masih banyak yang ditahan, termasuk para jurnalis.

"Dewan investigasi keadaan darurat diinstruksikan untuk menyelesaikan pekerjaan yang luar biasa dalam waktu satu bulan dan melaporkan kembali ke badan terkait. Badan peradilan juga diinstruksikan untuk menyelesaikan kasus-kasus terkait hukum darurat dalam proses peradilan biasa," ujar laporan Fana Broadcasting yang berafiliasi dengan pemerintah Ethiopia.

Fana Broadcasting melaporkan bahwa beberapa anggota komite penasihat menyuarakan keprihatinan mengenai ancaman yang ditimbulkan oleh Front Pembebasan Rakyat Tigray dan Tentara Pembebasan Oromo yang telah memerangi tentara federal dan sekutunya. Chafo mengatakan ancaman keamanan di wilayah Amhara, Afar, Benishangul Gumuz, Gambella, dan wilayah Wellega di wilayah Oromia akan ditangani dengan tindakan korektif baru yang sedang diberlakukan.

Perang Ethiopia meletus pada November 2020 dan diyakini telah menyebabkan kematian puluhan ribu orang dan jutaan orang mengungsi. Meskipun perang telah mereda di beberapa tempat, terutama di wilayah Tigray dan Amhara, kekhawatiran tetap ada di wilayah timur laut Afar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement